31 Desember 2008

Met Tahun Baru

1 komentar












"Tahun Baru" baru aja lewat juga akan datang bentar lagi. Yang dah lewat kemaren tahun baru Islam & tahun baru jawa. Nah yang akan datang neh baru tahun baru nasional.


Buat ganti suasana juga kata orang tua buat buang sial, ganti potongan rambut emang pas banget di tahun baru ini. Ehm.. smoga lancar deh semuanya.

Agung ucapin:
# Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1430 H
# Selamat Tahun Baru 1 Suro 1942
# Selamat Tahun Baru 1 Januari 2009 M

Tahun Baru...Semangat Baru...

23 Desember 2008

Playstation = Ibu Yang Baik

5 komentar

22 Desember tak salah lagi merupakan hati yang begitu istimewa buat seluruh Ibu di Indonesia Raya ini. Betapa tidak pada hari itu masing-masing ibu memperingati Hari Ibu. Sebuah hari yang begitu special tentunya.


Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).


Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.


Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.


Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.


Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.


Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama.


Kembali pada sosok ibu…. Saya balik bertanya, jaman yang sudah modern kayak beginian neh, ibu yang bagaimana sih yang emang cocok banget buat diterapkan? Ada ibu yang seorang wanita karier, ada ibu yang total IRT, dan berbagai macam jenis lainnya.


Ternyata eh ternyata kalo kita amati sosok seorang ibu di dalam rumah sekarang sedang asik-asiknya mengalami penurunan kadar kualitas keibuannya. Kesibukan-kesibukan merupakan kambing hitam yang paling pas kali yak.


Ehm…dan yang yang lebih menarik lagi, sekarang (dan juga kemaren-kemaren sih) sosok ibu ini mulai tergantikan oleh hadirnya sebuah mesin yang bernama playstation (PS). Jangan tanya deh, seharian pun sanggup PS neh meninabobokan si anak. Miris… mungkin hanya kata ini yang tepat untuk menggambarkan keadaan yang sekarang ini terjadi.


Dus… dengan hari ibu ini “mari kembalikan ibu pada khitahnya” menjadi seorang pendidik, yang memberikan kehangatan, ketenangan dan ketentraman hati.

Wisata Syariah?

1 komentar

Apa yang akan terlintas ketika kita menyebut nama Aceh? Serambi Mekah,..... , Syariat Islam dan lain-lainnya.
Yak benar semuanya.

Sebagai daerah yang teramat indah, sayang kalau kita berkunjung ke Aceh terlalu banyak melihat-lihat pantainya saja. Dengan dicanangkannya sebagai Bandar Wisata Islami banyak potensi wisata berkaitan dengan nilai-nilai Islami yang dijalankan masyarakat Aceh yang akan kita dapatkan seandainya kita mau agak bersusah sedikit untuk mencari info-info yang kadang tak kita jumpai dalam media massa.

kalao mau sedikit iseng datang aja ke kantor WH (wilayatul hisbah) sapa tau ada sedikit info-info tak terduga dari sana. kalau-kalau lagi pas anda beruntung bisa jadi akan mendapatkan info tentang hukuman cambuk.

Haa... serem kali!

Hukuman cambuk emang berlaku di Aceh yang tidak akan ditemui di daerah lain di belahan Indonesia manapun. Maka ketika anda berkunjung ke Aceh bisa menyaksikan para terhukum mendapat ganjarannya atas perbuatan mereka yang oleh hakim dianggap melanggar. Dan yang paling sering, para ter-cambuk ini biasanya para pelaku khalwat.

Sebenarnya elok nggak sih hukuman ko malah jadi ajang wisata? jawabannya yang pasti ada pada hati anda masing-masing tentunya dan yang lebih penting lagi pada niat... niat untuk berwisata untuk mendapatkan ridha dari Allah.

18 Desember 2008

Ada Stasiun Balapan Di Dataran Tinggi Gayo

2 komentar


Tiga hari sudah jalan-jalan ke Takengon, kota terindah di Indonesiaku tercinta. sudah waktunya pulang gung.
Pagi hari (17/12) dinginnya udara plus gerimis kecil mungkin sengaja melepas, mengantar saya pulang untuk kembali ke Banda. Hari itu saya dapat jatah masuk mobil L300 dengan antrian kedua. Hahaha padahal nggak ngantri sama sekali ding.
Mobil L300 jurusan Takengon-Bireuen neh baru mau berangkat kalo sudah penuh, kalau-kalau bisa sih sampai umpek-umpekan baru tuh si sopir naek ke pelana & langsung gas pooool.
Sambil menunggu mobil L300 terisi penuh, sengaja saya duduknya di pinggir pintu sambil ngamati sekitaran pasar inpres Takengon. "Wah kayaknya neh akhir taun harus balik lagi neh," pikir saya sambil trus putar-puter kepala.
Tak sengaja tiba-tiba telinga saya ini langsung aja bergerak-gerak ke arah suara lagu yang rasa-rasanya begitu familier banget dengan suara lagu itu. Nggak salah banget...

Ning Stasiun Balapan
Kuto Solo sing dadi kenangan
Kowe karo aku
Naliko ngeterke lungamu

Ning Stasiun Balapan
Rasane koyo wong kelangan
Kowe ninggal aku
Ra kroso netes eluh ning pipiku

Da a... dada sayang
Da... slamat jalan

Janji lungo mung sedelo
Jare sewulan ra ono
Pamitmu naliko semono
Ning stasiun Balapan Solo

Janji lungo mung sedelo
Malah tanpo kirim warto
Lali opo pancen nglali
Yen eling mbok enggal bali

Ning Stasiun Balapan Kuto
Solo sing dadi kenangan

Ning Stasiun Balapan
Rasane koyo wong kelangan

Stasiun Balapannya mas Didi Kempot itu ternyata keluar dari salah satu mainan mobil-mobilan anak-anak yang digerakkan oleh sebuah koin.
Wah kaget bener neh, ternyata lagunya mas Didi Kempot juga digemari toh di dataran tinggi Gayo. weleh...weleh... untuk anak-anak lagi hehehe

buat mas Didi Kempot bravo dech... ditunggu penggemarnya tuh di Dataran tinggi gayo.

13 Desember 2008

BSM baek yaa

1 komentar
Sabtu (13/12) pagi seperti biasa, abis nganter Yaya sekolah langsung nongkrongin motor Supra Fit andalan, puter-puter kota Banda Aceh yang lebih sepi dari hari-hari biasa. Dari pada ga ada kerjaan mending mampir ke ATM aja ambil duit buat persiapan besok minggu saya cabut ke Takengon (yang ini neh dah terpendam ribuan hari, soalnya sapa sih yang nggak pengen balik ke Takengon kalo dah ngrasain skali kesana & kebetulan lagi yang besok minggu tu perjalanan ketiga saya ke Takengon).
Balik lagi ke Banda, nah pas nyampe di ATM langsung aja ambil duit & nggak ada tuh perasaan-perasaan aneh atau ganjil apalagi mimpi dapat wangsit, tiba-tiba………setelah ngeliatin plus…plus… melototin print out atm yang masih hangat terkejutlah saya. Betapa tidak, saldo yang tertulis tuh bener-bener diluar mimpi yang semalem saya mimpiin. Masak iya sih saldo tabungan BSM saya 71.556.595 rupiyah.
Kembali saya cek lagi tuh atm. Pencet sana pencet sini, ternyata masih sama dengan print out yang tadi keluar. Kembali saya cetak tuh bukti saldo saya. Dengan nomer resi 6692 keluarlah cetakan kertas kecil dengan nominal yang masih sama seperti tadi ketika pertama jantung saya disentak begitu keras oleh selembar kertas yang dicetak mesin atm.
Dari pada saya pingsan di jalan langsung aja saya putar haluan, nggak jadi menikmati jalanan yang lagi sepi-sepinya itu.
Nyampe rumah pun saya trus masuk kamar, ambil laptop dan berdiskusi (soalnya hanya laptop saya yang kecil & imut-imut ini yang bisa ngasih saya solusi & dapat dipercaya banget). Top…top… tau nggak mosok atmku kok jadi buuuuanyak banget isinya ya? (nah mungkin gitu kali ya bahasanya kalo ngomong sama laptop).
Lah aku juga nggak tau lagi Goenk, yang nabung situ, yang sering habisin isinya juga situ, kok nanya ke aku yang manis ini sih!”, si laptop nyentak.
Waduh lha kok malah dimarahin saya sama si laptop ini”, pikir saya.
Atau jangan-jangan ini ada hubungannya dengan kemaren top…?”
Kejadian kemaren tuh gini, pas tanggal 11 saya nabung di bank, tapi waktu itu sedikit ada miskomunikasi dengan sang pegawai yang ngalayani. Trus aja, saya komplen ke cs-nya BSM lewat imel. Soalnya lewat imel tu lebih mudah je kalo mau ngenek-uneke sapa aja termasuk kritik mengkritik.
Selang sehari, kemaren sore tanggal 12 giliran si HP saya yang berdering kencang, kali ini deringnya beda, kalo yang beginian ini pertanda yang mau nelpon neh sebangsa BOS gitu. Ternyata eh ternyata, pertanda itu benar adanya. Yang nelpon tuh Pak Bos-nya BSM cabang Banda Aceh. Pak bos ini minta maap kepada saya, katanya maapin deh atas kurang nyamannya pelayanan kami. Intinya begitoh… kalo mo niruin persis seh yaa nggak bisa.
Abis tuh dikasih nomer hpnya pula. Waduh jadi tambah ga enak to saya ini, pekewuh gitu loh kalo orang Jogja bilang.
Kembali lagi ke permasalahan inti. Jadi apakah ada kait mengkait antara kejadian-kejadian diatas yang saya ceritakan tadi?
Saya yakin si laptop neh nggak bakalan tau jawabannya.
Yo wis lah kalo sempet besok habis dari Takengon tak cek lagi aja.
hanya Gusti Allah yang tau semua goenk…”, tiba tiba si laptop nyahutin

10 Desember 2008

ML yuuk...

12 komentar
Haaa...jangan kaget dulu om dan tante kalo baca judul diatas. ML yang ini nggak jorok-jorok amat kok.

Kalo om & tante semua berkunjung ke Aceh, skalian promosi neh, sempet-sempetin deh manjain mulut + lidah om & tante semua. Mulai dari ngopi sampe makanan-makanannya.

Kalo mau tau neh, salah satu makanan pahpohrit saya yaitu mie aceh. dan jangan salah lagi ne bukannya promosi2an atau apa yak. Kalau om & tante mo makan mie aceh datang aja neh ke warung mie di jalan syiah kuala, namanya Mie Lala. nah sekarang lagi pada mudheng to. ML tu bukan yang jorok-jorokan tapi Mie Lala dengan bumbu khasnya yang begitu kental dan sangat thick di mulut.

Yo wis met menikmati mie aceh yang dasyat.
ML yuuk.....

09 Desember 2008

Antara Jogja dan Aceh

3 komentar


Puitis banget koe gunk bikin judul? hahaha...
ahh nggak juga kok. Saya sengaja kasih judul seperti diatas neh gara-gara inget rumah di jogja. Kalau pas Lebaran Kurban kayak kemaren tuh, di Jogja abis sholat id trus menuju mesjid bawa pisau. Wuis serem tenan hahaha pisau neh bukan buat berkelahi atau nusuk-nusuk orang, tapi buat ngikut-ngikut mbeleh wedhus. Atau kalo lagi sempet & lagi gelem nonton gerebeg di Alun-Alun Utara Kraton Jogja. Dijamin rame, rame orang-orang yang pada mo lihat gerebeg juga rame mo pada ngerebutin Gunungan.
Nah kalo di Aceh laen lagi neh ceritanya. Abis sholat id, istirahat bentar bis tuh mulai deh berkeliling dari rumah ke rumah, saling kunjung mengunjung buat maap-maapan. Persis kalo lebaran idul fitri di Jogja kemaren. Ditanggung kenyang deh kalo mo ikutan yang kayak begini, soalnya disetiap rumah tuh pasti ditawarin makan, dari lontong mpe nasi juga mie n nggak kalah serunya juga daging meugang yang dah dimasak.
Yang di Jogja kalo dah hari kedua neh orang dah pada kekenyangan sate, trus yang dicari ujung-ujungnya pasti timun. hahahaha darah tinggine do kumat.
Nah kalo sekarang di Aceh, mpe siang gini orang pada kemana neh?jalanan lenggang, kantor sepi. Ooo ternyata eh ternyata lagi pada nyembelih kambing & sapi. wah mo diapain neh dagingnya?
Yang penting Mohon Maaf Lahir & Batin dech buat om-om dan tante-tante semua. Selamat berHari Raya Idul Adha.
Jangan lupa tingkatkan semangat berkurban dan tetap berbuat baik.

04 Desember 2008

Waria oh waria

1 komentar
Tadi pagi (4/12) pas liat-liat tv, ga sengaja pas di chanel Trans TV ada liputan yang cukup menarik. Yaitu tentang waria & segala permasalahannnya. Cukup menarik emang, tapi ketertarikan ini bukan gara-gara saya ngefans sama seorang waria atau apa loh. Yang akan menarik ketika kita melihat waria dalam konteks sosial & budaya. Betapa tidak, waria yang hadir ditengah-tengah masyarakat hanya menjadi bahan cemoohan orang tanpa mau sedikit berempati. Waria seakan-akan sengaja dimarginalkan.
Dan skali lagi ada yang lebih menarik dari liputan tadi pagi tuh. Adalah pesantren waria. Yuk ternyata ada juga ya peantren yang kayak ginian. Pesantren waria ini ternyata berlokasi di Jogja, wah...wah... saya yang orang Jogja aja malah taunya setelah di Aceh. hiihiiii
Pesantren yang berlokasi di Notoyudan GT II/1294 RT 85 RW 24 Yogyakarta ini menurut ustad-nya yang tadi diwawancarai di tv tuh bilang, "kalo orang sehat ada rumah sakit, nah kalo orang susah ya ada rumah susah". Dan pesantren inilah yang oleh pak ustad Hamrolie Harun sebagai tempat belajar agama untuk menghilangkan "kesusahan" mereka.
Sungguh mulia. Pesantren Waria nampak sebagai perwujudan dari ritual-ritual keagamaan yang membumi, yang mampu membebaskan kaumnya, tidak hanya sebagai ritual yang kosong tanpa arti.
Semoga aja ga ada lagi nada-nada miring tentang waria, mereka juga manusia.

03 Desember 2008

Sabar = Slamet

2 komentar
Wah...wah... pagi hari tadi mungkin bakalan kejadian nubruk mobil kalo-kalo saja saya nggak sabar.
Begini neh critanya, jam 7.15 WIA (waktu Indonesia bagian Aceh) skalian brangkat ke kantor seperti biasa satu jalur dengan Yaya nganter dulu ke SMP Percontohan di Lamlagang. Nah pas abis nganter tuh, pasnya di depan bakso Mas Adi ada sebuah becak yang mau nyebrang dengan kesusahan karena jalanan pagi tadi emang padat. Nah kejadian pertama yang nggak abis kepikir tuh tiba-tiba saya menghentikan kendaraan untuk memberi lewat abang becak yang mo nyebrang itu. Padahal sesabar-sabarnya saya tu kalau di jalan kadang nggak mau ngalah kalau dipotong-potong kayak begituan.
kejadian kedua, kira-kira 275 meter dari bakso Mas Adi tiba-tiba mobil yang di depan saya ngerem mendadak, gara-garanya ada anak kucing yang baru belajar nyebrang. Padahal agak ngebut tuh mobil.
Baru deh tersadar. Seandainya tadi pas di depan bakso Mas Adi nggak ngasih lewat abang becak yang mau nyebrang, apa jadinya pagi hari yang baru cerah ini. Bisa-bisa nubruk mobil di depan. Untung...untung...
Emang kok berbuat baik itu ga ada ruginya, malah untung.

02 Desember 2008

Ujan Lagi

1 komentar
Hujan lagi... hujan lagi... mungkin kata-kata seperti ini yang sering terucap ketika hujan turun kayak hari ini dan juga hari-hari yang lalu.
kalo kita tengok keatas, hujan neh harusnya kita syukuri loh. Betapa tidak. Seandainya sapanjang tahun kita diberi kemarau apa jadinya kita. Mungkin akan kering sekering-keringnya toh?
ehm...hujan lagi, hujan lagi sekarang nggak apa-apa. hujan lagi, hujan lagi asyik banget dech kayaknya. Udara jadi lebih dingin, tidur lebih nyenyak n ujung-ujungnya badan kita sendiri yang akan lebih seger.
Duh Gusti... kawulo nyuwun ngapuro. Banyak nikmatMu yang kurang aku syukuri.

01 Desember 2008

Desember = Gedhe-Gedhene Sumber

0 komentar
Seminggu lewat sudah hujan terus aja mengguyur kota Banda Aceh. Dingin sudah pasti dan yang lebih pasti lagi jalanan jadi bechek abis tu juga jalanan berubah jadi sungai hehehe untung ojeknya nggak kepeleset.
Hari ini desember kita masuki. Hemmm 1 bulan lagi dah taun baru neh. Kembali ke bulan desember plus sambutan hujannya yang tak kunjung reda, saya jadi teringat kata-kata kakek saya yang sudah puluhan tahun lalu terucap. Kakek saya ini bisa dibilang merupakan orang dari jaman dulu yang gemar dengan kereta basanya. Salah satunya seperti “Desember ki gedhe-gedhene sumber” (Desember itu besar-besarnya sumber). Sumber dalam hal ini diasosiasikan sebagai mata air, sumber air, dsb. Tak salah memang kakek saya selalu niteni kalo dah hujan lebat kayak beberapa hari ini berarti telah masuk bulan desember.
Berkaca pada pandangan Levi-Strauss, kereta basa sebagai sebuah teks merupakan suatu yang bermakna (meaning whole), yang dianggap mewujudkan, mengekspresikan, keadaan pikiran seseorang. Makna teks tersebut lebih dari sekedar makna yang dapat ditangkap dari kalimat-kalimat tunggal yang membentuk teks tersebut, sebab kita bisa saja memahami makna kalimat-kalimat ini, tetapi tidak dapat menangkap keseluruhan teks. Jadi, apa yang diekspresikan oleh sebuah teks adalah lebih dari yang diekspresikan oleh kalimat –kalimat yang membentuk teks tersebut, seperti halnya makna sebuah kalimat adalah lebih dari sekedar manka yang diekspresikan kata-kata yang membentuk kalimat tersebut.
Yak itulah kearifan lokal yang yang dipunyai bangsa ini. Kereta basa sebagai salah satu kekayaan sastra lisan bangsa ini patut mendapat apresiasi lebih besar lagi. Selain sebagai karya satra adiluhung, ia memberikan tanda-tanda yang menuntun kita untuk selalu bijak menyikapi segala perubahan, baik perubahan alam, perubahan cuaca maupun perubahan politik yang sebentar lagi kayaknya akan memasuki fase naik turun kalo-kalo kita menggunakan diagram untuk melihatnya.
Mari sedia payung sebelum hujan & jangan lupa booking ojek sedari sekarang.

26 November 2008

Met Ulang Tahun Gung…

3 komentar

Hari ini pas tanggal 26 Nopember 2008, pas 27 tahun yang katanya sih kalo nggak salah itung di hari Kamis wetonnya Kliwon saya yang masih imut-imut ini lahir di Rumah Sakit Sardjito. Hari ini jadi hari yang bahagia atau yang sedih? Bahagia tentunya, karena Gusti Allah memberikan rejeki umur sampai sekian lamanya. Sedih juga iya, lha otomatis kan waktu untuk “ngombe” (minum) ini tentunya akan berkurang juga toh.

Genap 27tahun gung… itulah kira-kira yang seharian ini bakalan sering terdengar di telinga. 27 kok genap? Mungkin kawan-kawan semua agak janggal ketika mendengar genap kok 27. genap tu ya 26, 28, atau 30 gitu toh.

Dalam terminologi budaya, “genap” tidak hanya menampilkan tafsir yang tunggal, namun lebih dari tunggal yaitu multitafsir. Geertz pun yang sependapat dengan konsep Max Weber yang mengatakan bahwa manusia adalah seekor binatang yang bergantung pada “jaringan – jaringan bermakna” yang dipintalnya sendiri.

Dus “genap” disini sebagai sebuah simbol mempunyai makna pas atau komplit. Memang betul kata-kata Cassirer bahwa manusia adalah “Animal Symbolicum”. Sukanya menyimbolkan apa saja,,,(dasar manusia ya). Apa jadinya ulang tahun saya yang ke 27 ini tanpa kehadiran ketiga orang yang telah saya sebutkan diatas. Mungkin tanggal ini hanya akan menjadi tanggal yang tanpa arti, tanpa makna, hampa tak berasa.

Ehm....skali lagi selamat ulang tahun buat saya Smoga Tuhan hadirkan kebahagian-kebahagiaan untuk saya dan juga untuk kawan-kawan saya semua yang saya cintai.

Dan di hari ulang tahun saya ini, sepesial thanx untuk laptop kecil dengan windows & ubuntu-nya yang selalu meramaikan hari-hari saya, helm merah bergambar semar juga yang selalu saya eman-eman untuk dipake (impor asli dari jogja jee...) dan juga kereta supra fit-nya mas agus yang selalu memboncengkanku dengan tak kenal lelah (sori bro baru kemaren bisa membawamu ke bengkel. Jangan lelah membawaku yach). Dan orang-orang yang selalu menghangatkan saya. Bapak, ibu & momo yang tadi pagi nelpon dari jogja juga mas saya bayu yang lebih pagi lagi sms hanya untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun dan tentu juga dengan doa2nya.

Hepi besdei......gunk!

06 November 2008

Rekonstruksi : Pemberdayaan Masyarakat Atau Kontraktor?

0 komentar

Beberapa waktu yang lalu ketika membaca sebuah berita di koran lokal yang terbit di Banda Aceh, menyeebutkan bahwa "puluhan pengungsi belum terima rumah".

Waow...sungguh elok dah hampir 4 tahun - sejak terjadinya bencana Tsunami yang melanda Aceh yang menyebabkan ribuan orang kehilangan rumah - sampai berita koran disamping terbit masih ada juga pengungsi yang belum mendapatkan rumah bantuan.

Namun yang menjadi permasalahan kenapa sampai 4 tahun berlalu sejak terjadinya bencana masih ada juga orang yang belum mendapat rumah. heem,,,,

Kembali kita tengok ke belakang sebenarnya menyangkut rumah-rumahan sih yang aku dengerin sih sudah buuuanyak sekali yang terbangun baik oleh donor asing maupun pemerintah sendiri. Kembali lagi ke pokok permasalahan, kok masih ada yg belum dapat rumah? hayooo...

Jadi...
yang salah apanya neh?
kalo kita liat sih - ini pandangan pribadi lho jadi sampeyan2 jangan pada mrengut - proses rehabilitasi dan rekonstruksi kurang mengena di masyarakat. gimana nggak? sebagai contoh kecil saja neh ya, rumah-rumah bantuan yang dibangun oleh donor tersebut dapat berdiri atas sokongan tenaga kontraktor dengan segala perangkatnya dengan biaya yang tidak sedikit. Weleh-weleh.....

Seandainya saja ini ya, ketika proses rekonstruksi dikerjakan secara bergotong royong, bahu-membahu antar warga ya boleh lah libatin tukang dikit2. Pasti hasilnya akan lain.

Contoh konkritnya begini, misal saja dalam proses rekons tersebut dibuat kelompok per kelompok, yah dengan jumlah 10 orang/keluarga perkelompok, otomatis bebannya juga cuma 10 rumah toh. Nah seandainya setiap rumah dapat diselesaikan selama 4 bulan (ini itungan yg cukup lama lho) berarti dalam satu kelompok tersebut akan dapat terbangun 10 rumah dengan masa pembangunan 40 bulan. cukup sederhana kan? Itung-itung lagi berarti 40bulan itu berapa tahun sih, ya kira 3, 3333 tahun. Jadi seandainya sistem sederhana ini diadopsi maka di tahun ke-4 ini barangkali semua orang yang terkena musibah Tsunami sudah memiliki rumah sendiri walaopun sederhana. heeeem....

Selamat berandai-andai...

31 Oktober 2008

Pemimpin yang Dekat dengan Rakyat

2 komentar
Thursday, 27 December 2007

Tahun ini, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X terpilih sebagai People of The Year 2007 bidang politik setelah menyisihkan calon-calon lain melalui proses penilaian yang cukup ketat.
Melalui dua tahap penyaringan tersebut, Sri Sultan unggul karena tiga alasan. Pertama, beliau dipandang sebagai tokoh yang dekat dengan rakyat,tidak saja dengan kawula Ngayogya yang tinggal di Yogyakarta maupun di luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tetapi dengan hampir semua etnis berbahasa Jawa.
Kedua, beliau dipandang tokoh yang berani dan tidak mementingkan kedudukan karena telah menyatakan tidak berkenan dicalonkan lagi sebagai Gubernur Provinsi DIY.
Ketiga, Sri Sultan dianggap sebagai salah seorang penggerak reformasi untuk mendorong transisi Indonesia menuju masyarakat demokratis. Onghokham dalam artikel berjudul ”Renungan Sejarah atas Penobatan Hamengku Buwono X”telah membuat prediksi kemungkinan Sri Sultan berkiprah di tingkat nasional, mengikuti jejak ayahanda beliau. Ong menyimpulkan, ”…karena peranan beliau yang besar, dalam ikut mengatasi krisis PRRI/Permesta dan krisis lainnya, Sri Sultan HB IX telah diterima sebagai tokoh nasional dan akhirnya terpilih sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Putra beliau Sultan HB X juga aktif dalam arena politik daerah dan suatu saat dapat terpilih sebagai Gubernur DIY seperti ayahanda beliau. Bila terjadi krisis politik di negara ini di kemudian hari, Sultan HB X mungkin akan diperlukan sebagai tokoh pemersatu dan stabilisator bangsanya….
” Memperhatikan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang berkembang selama pemerintahan reformasi di Tanah Air belum menunjukkan tanda-tanda akan menyusut dan melihat belum ada tindakan pemerintah yang mampu mengatasi multikrisis tersebut, banyak orang sekarang menanti dengan harap-harap cemas kebenaran prediksi Onghokham.
Dukungan empiris terhadap ”keampuhan” prediksi tersebut mulai bermunculan, antara lain lewat survei Indo Barometer pimpinan Mohammad Qodari. Survei mengungkapkan pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Sultan HB X berpeluang besar memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dibandingkan dengan pasangan lain karena dipilih oleh 42,2% responden.
Pilpres tinggal sekitar 18–20 bulan lagi dan apakah dalam waktu satu setengah tahun prediksi Onghokham akan terjadi? Wallahualam, dan tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di antara sekian banyak tokoh penggerak reformasi yang saya hormati, Sri Sultan HB X adalah yang paling saya hormati. Saya pun semakin mengenal perjalanan hidupnya,baik melalui karya tulis, pidato-pidato, sepak terjang di pentas daerah dan nasional maupun dalam berbagai pembicaraan tete a tete yang kadang-kadang berlangsung sampai tengah malam; dan tertanam kesan yang mendalam di lubuk hati saya terhadap tokoh yang dikagumi masyarakat Yogyakarta ini.
Tulisan singkat ini merupakan kesan saya terhadap Sri Sultan HB X sebagai pemimpin, pemikir, dan nasionalis yang belum larut dalam dekadensi peradaban yang sedang melanda bangsa Indonesia saat ini karena beliau selalu tersentuh melihat dan merasakan kemiskinan, kemelaratan, dan kepapaan yang diderita oleh sebagian rakyatnya. Tokoh idola masyarakat Yogyakarta ini adalah seorang tokoh pemimpin bersahaja, selalu akrab,tetap dekat dengan rakyatnya,yang berbicara selalu dengan tutur kata yang sopan menunjukkan ketinggian budi.
Pernah ketika saya baru berkenalan agak dekat dengan beliau saya bertanya bagaimana sebaiknya saya meng-address beliau dalam pertemuan informal.Tak saya duga beliau menjawab ringan-ringan saja, ”Yah terserah Pak Sofian enaknya mau panggil apa? Mau dipanggil Pak Sultan ya boleh, Ngarsa Dalem juga boleh, panggil Kanjeng Sultan ya boleh, mau gunakan Mas Sultan juga boleh.” Jawaban itu menunjukkan betapa bersahajanya kepribadian tokoh kita ini. Tapi karena saya orang Bangka yang sudah 40 tahun lebih tinggal di Yogya, lebih sering saya memanggil Ngarsa Dalem daripada Pak Sultan dan tidak pernah berani saya memanggil beliau Mas Sultan meski saya kebetulan le-bih tua setahun.
Dalam pemikiran masyarakat Jawa, khususnya masyarakat Yogyakarta, seorang sultan menduduki tempat yang sangat khusus dan tinggi. Sultan bukan sekadar sosok penguasa yang memiliki otoritas sekuler yang luas, tetapi sekaligus kekuatan spiritual dan kekuatan sosial. Sebagai emanasi dari kekuatan sekuler, kekuatan spiritual dan kekuatan sosial, sultan adalah kekuatan transendental yang berfungsi sebagai sokoguru masyarakat yang tugas utamanya menjaga keutamaan nilai-nilai keutamaan Jawa.
Dalam totalitas sebagai kekuasaan transendental itu, tidak boleh ada jarak antara raja dan wong cilik. Sultan adalah pembentuk gugus komunitas Jawa yang terdiri atas rakyat, kaum aristokrat, dan pimpinan masyarakat. Untuk menjaga kelestarian gugus tersebut perlu dipelihara kerja sama harmonis dan saling ketergantungan antara ketiga unsur di bawah kepemimpinan sultan.
Tugas sultan adalah menyebarkan kekuatan transendental yang dipercayakan secara kolektif masyarakat agar kosmos atau buwono Ngayogyakarta selalu terjaga.Mungkin pemikiran itulah yang melatarbelakangi penetapan ideologi emansipasi sebagai basis legitimasi kekuasaan keraton yang lebih dikenal sebagai doktrin mendiang HB IX yang terkenal, yaitu ”tahta untuk rakyat”.
Doktrin tahta untuk rakyat merupakan pembaruan perspektif kekuasaan yang sangat fundamental yang dilaksanakan bukan saja dalam tataran retorika politik, tetapi juga diterapkan sebagai moralitas penyelenggaraan kekuasaan. Menjadi sultan adalah menyediakan diri sebagai pengabdi rakyat dengan menyediakan sarana akomodatif bagi penyaluran suara arus bawah.
Dalam perspektif kekuasaan seperti itu, rakyat atau wong cilik tidak dilihat sebagai objek kekuasaan, tetapi rakyat adalah bagian-bagian dari mozaik kekuasaan yang harus ditata dan direkatkan dengan kekuasaan transendental yang dipunyai seorang sultan. Sebagai penerus tahta, Sultan HB X juga menerapkan doktrin yang sama walaupun harus disesuaikan dengan dinamika yang terjadi pada kosmos Yogyakarta.
Pandangan tersebut diucapkan pada pidato Upacara Jumenengan, 7 Maret 1989: ”Buat apa sebuah tahta dan menjadi sultan apabila tidak memberi manfaat bagi masyarakat?” Doktrin tersebut selalu menjadi landasan dari seluruh tindakan dan gerak-gerik beliau baik dalam melaksanakan tugas sebagai pemegang kekuasaan Keraton Yogyakarta selama 10 tahun maupun sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sebagi Gubernur DIY.
Pisowanan Agung
Sultan HB X telah berhasil menjaga ketertiban dan keamanan gerakan reformasi. Bulan-bulan menjelang runtuhnya Orde Baru,Yogyakarta diramaikan oleh berbagai apel dan gerakan protes mahasiswa dan masyarakat hampir setiap pekan. Baku hantam kadangkadang terjadi antara mahasiswa dan petugas seperti dalam peristiwa pengejaran dan pemukulan di Boulevard UGM pada 4 April 1996 dan tawuran antara petugas keamanan dengan mahasiswa dan rakyat di Demangan pada 12 Mei 1998 yang menimbulkan korban meninggal Moses Gatotkaca.
Sejak itu hampir setiap hari pelajar, mahasiswa,pemulung, tukang becak, dan wong cilik Yogya bergerak menyampaikan aspirasinya di jalan-jalan.Sri Sultan memberi dukungan kepada gerakan-gerakan tersebut walaupun tidak secara terbuka. Dukungan Sultan pada gerakan protes pelajar, mahasiswa, dan rakyat Yogyakarta dapat kita tangkap melalui kata-kata yang beliau ungkapkan setelah menjenguk para korban yang dirawat di RS Panti Rapih pada 14 Mei 1998.
Menjawab pertanyaan wartawan bagaimana kalau Sri Sultan didaulat mahasiswa dan rakyat untuk turun ke jalan, Sri Sultan menjawab, ”Kita lihat saja,beberapa hari ini saya akan ikut turun ke jalan bersama rakyat dan mahasiswa. Kalau dalam aksi damai ada mahasiswa yang digebuk, ditendang atau ditembak seperti korban yang kita tengok tadi,saya akan ikut mahasiswa dan rakyat turun ke jalan.… yang jelas pada 20 Mei 1998 nanti saya akan mempunyai sikap tersendiri tentang keberpihakan saya….
” Kata-kata tersebut diucapkan beliau kira-kira lima hari sebelum terjadinya peristiwa bersejarah bagi gerakan reformasi dan bagi masyarakat Yogyakarta, yang dikenang dalam sejarah bangsa sebagai Pisowanan Agung. Pada 20 Mei 1998 di Universitas Gadjah Mada (UGM) diselenggarakan acara peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Rektor UGM Ichlasul Amal menyatakan peringatan tersebut adalah hari kebangkitan kesadaran bangsa untuk reformasi total, kebangkitan nasional yang ketiga, yang merupakan saat yang tepat untuk membebaskan diri dari kebohongan, adu domba,dan intrik politik.
Pagi itu Sri Sultan yang datang ke kampus bersama GKR Hemas, GRAy Nurmalitasari, GBPH Joyokusumo beserta istri menegaskan posisi beliau di depan ratusan ribu sivitas akademika UGM bahwa beliau berdiri bersama rakyat Yogya dalam memperjuangkan reformasi.
”Di dalam perjuangan reformasi ini kita memihak rakyat yang telah lama loro topo (menderita) dan topo broto (menahan nafsu) untuk kembali mendapatkan hak-haknya yang telah tercuri.Saya siap memimpin rakyat Yogyakarta untuk memperjuangkan reformasi ini. Seperti dipesankan oleh almarhum orangtua saya, Sri Sultan HB IX, untuk menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.Jika perjuangan berakar dari hati rakyat, maka reformasi akan berjalan lurus dan diridai Allah SWT serta masuk ke gerbang pintu yang benar pula.”
Bersamaan dengan upacara di UGM di kampus-kampus besar di Yogyakarta berlangsung upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sementara itu ratusan ribu massa rakyat dari seluruh penjuru kota berduyun-duyun mulai bergerak dengan tertib menuju Alun- Alun Utara Keraton.Setelah peringatan, para mahasiswa bergerak menuju Keraton dan bergabung dengan rakyat. Alun-Alun Utara ditumpah-ruahi massa rakyat, pelajar, dan mahasiswa yang jumlahnya sangat besar dan belum pernah terjadi dalam sejarah Yogyakarta.
Di depan setengah juta massa yang hadir, Sri Sultan membacakan Maklumat 20 Mei 1998 yang menyatakan Sri Sultan HB X dan KGPAA Paku Alam VIII yang berisi empat ajakan berikut: (1) mengajak masyarakat DIY dan seluruh rakyat Indonesia mendukung gerakan reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang memihak rakyat; (2) mengajak seluruh anggota ABRI untuk melindungi rakyat dan gerakan reformasi sebagai wujud kemanunggalan ABRI dengan rakyat; (3) mengajak semua lapisan masyarakat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia untuk mencegah tindakan anarkistis; dan (4) mengimbau masyarakat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia untuk mendoakan keselamatan bangsa.
Pembacaan Maklumat 20 Mei 1998 merupakan klimaks dari acara Pisowanan Agung. Getaran jiwa yang disampaikan dengan artikulasi dan intonasi Sri Sultan sangat berwibawa sehingga memukau seluruh massa yang hadir. Sejak penampilan beliau pada Pisowanan Agung, kedudukan Sri Sultan HB X dalam peta politik bangsa Indonesia sudah mantap. Tak ada lagi yang meragukan apalagi mempertanyakan keberpihakan beliau dalam politik Indonesia. Beliau jelas memihak kepada rakyat yang telah lama loro topodan topo broto.
Membangun Peradaban Baru
Saya kurang ingat kapan persisnya Sri Sultan menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi sebagai Gubernur DIY. Segera setelah pernyataan Sri Sultan tersebut,muncul di koran-koran bahwa rakyat Yogya gempar dan gelisah karena khawatir sekali kepergian Sri Sultan akan mengganggu kinerja maupun keberlanjutan pemerintahan Provinsi DIY. Kegelisahan rakyat tersebut dapat dipahami karena di mata rakyat Yogyakarta, hanya kekuasaan transendental Sri Sultan yang dapat menjaga jagat kosmos Yogyakarta dan menjamin hubungan harmonis antara pemimpin dan rakyat.
Namun bagi sebagian rakyat Indonesia, pernyataan Sri Sultan tersebut dipandang sebagai keberanian seorang anak manusia untuk menolak jabatan, yang tujuan hidupnya tidak sematamata mengejar kekuasaan.Sri Sultan dipandang sebagai tokoh yang berani. Beberapa waktu setelah pernyataan yang mengguncangkan itu, saya punya kesempatan berbicara tete a tete dengan Sri Sultan dan kesempatan seperti itu saya gunakan untuk menanyakan pandangan atau pernyataan beliau.
Karena itu saya tanya apa yang ada di benak beliau ketika menyampaikan pernyataan tidak bersedia dicalonkan lagi sebagai Gubernur DIY. Dari perbincangan yang cukup panjang malam itu, saya menangkap ada dua alasan di balik pernyataan beliau. Yang pertama, saya menangkap keprihatinan beliau tentang penetapan keistimewaan DIY yang belum selesai.
Pada 5 September 1945 Sri Sultan HB IX dan KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan suatu maklumat yang menetapkan negeri Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai daerah istimewa dari RI. Tapi masih ada hal-hal mendasar dalam pengaturan keistimewaan DIY yang belum dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sampai saat ini ––selama pengaturan keistimewaan tersebut belum terselesaikan dengan memuaskan dan sebelum Pemerintah RI menemukan solusi yang memuaskan tentang bentuk keistimewaan DIY.
Yang kedua, beliau memahami krisis berkepanjangan yang dihadapi bangsa selama era reformasi terjadi karena peradaban bangsa telah dicemari oleh korupsi yang semakin menggila di semua lini pemerintahan,penindasan terhadap rakyat, dan karena permusuhan yang semakin mendalam antara kelompok dan golongan masyarakat. Korupsi, penindasan, dan permusuhan ini hanya dapat diatasi bila bangsa ini mampu mengembangkan peradaban baru.
Untuk menciptakan peradaban baru tersebut beliau merasa pengalaman Yogyakarta yang konstruksi kekuasaannya diletakkan atas dasar perspektif tahta untuk rakyat mungkin dapat digunakan. Dengan kata lain, pernyataan tidak bersedia dicalonkan menjadi Gubernur DIY dapat juga ditafsirkan, ”kalau diperlukan dan dipercaya untuk memimpin bangsa ini mencari solusi untuk berbagai krisis yang dihadapi oleh bangsa ini, beliau harus mau menyediakan diri beliau”. Itulah Sri Sultan HB X yang telah memimpin DIY selama hampir 10 tahun.
Di bawah kepemimpinan dan kepeloporan beliau Yogyakarta telah melewati masa-masa awal reformasi dengan damai dan aman, padahal gerakan protes massa seperti itu sangat mudah berubah menjadi ajang kekerasan yang dapat menimbulkan banyak korban seperti yang terjadi di Ibu Kota Jakarta. Jelas terselenggaranya gerakan reformasi secara damai di Yogya tak dapat dipisahkan dari tokoh Sultan yang amat dihormati oleh rakyatnya. Tapi, setelah hampir 10 tahun reformasi berjalan, kini bangsa ini kembali dalam kondisi tercabik-cabik dan terkoyak-koyak oleh kekuatan globalitas, radikalitas, dan rapiditas.
Apakah gaya kepemimpinan Sri Sultan yang menyejukkan semakin diperlukan untuk mengatasi kondisi bangsa yang seperti ini? Entahlah, kita tunggu sekitar 20 bulan lagi. (*)
Prof Sofian Effendi Ph.D MPIA
Guru Besar Fisipol UGM
Diunduh dari : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/96705/

29 Oktober 2008

Dharma Seorang Satria

0 komentar

Judul Buku : Merajut Kembali Keindonesiaan Kita
Penulis : Sultan Hamengku Buwono X
Penerbit : Gramedia, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : viii + 312 Halaman
Peresensi: Rifqi Muhammad

Jawa kerap kali dikenal karena kerajaannya. Padahal, Jawa memiliki aspek lain yang tak kalah hebat, yakni khasanah literaturnya. Dua aspek tersebutlah yang mengokohkan eksistensi Jawa. Juga, karena dua hal tersebut lah, Jawa banyak pengaruh terhadap pembentukan Indonesia. Sebab, secara filosofis, konsep mengenai “Indonesia” banyak berurat pada risalah-risalah Jawa.
Coba kita tilik magnum opus karya Mpu Prapanca, Negarakertagama. Dimana, dari karya inilah kita menemukan “Bhineka Tunggal Eka”. Sebuah kalimat yang melegitimasi ikatan kesadaran kita untuk berbangsa. Disamping itu masih banyak karya lain yang mampu menginspirasi founding father kita dalam memulai dan mengawal Indonesia. Misalnya kitab Darmagandhul karangan Ki Kalamwadi, atau karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita seperti Ramalan Jayabaya, Sabda Tama, Serat Cemporet, Serat Kalatida, Suluk Saloka Jiwa, dan Wirid Wirayat Jati.
Ratusan tahun berlalu. Praktis, setelah Wedatama, karya terakhir Mangku Negara IV (1853-1881), tak ada lagi risalah yang dianggit (disusun) oleh priyayi Jawa. Selama itulah kita memendam kejumudan, tanpa sepercik pencerahan. Beruntung, kini kembali muncul karya dari gapura besar keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adalah Ngarso Ndalem Sultan Hamengku Buwono X (HB X) yang mengisi kekosongan itu. Karya yang dimaksud, tak lain adalah buku bertajuk “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita”. Tak berbeda dari karya-karya pendahulu, HB X pun, mengingatkan kembali akan “Indonesia”.
Ya, dalam buku ini, “kesadaran ber-Indonesia” kita diungkit kembali. Kenapa? Karena kini Indonesia tak ubahnya rumah besar yang mulai keropos, berkobang lubang, dan nyaris roboh. Analogi tersebut sangat realistis dan tidak hiperbolis. Misalnya, kini identitas Indonesia sebagai bangsa merdeka, ternyata mulai kurang dihargai dimata internasional. Belum lagi ancaman disintegrasi karena rasa chauvinistic kesukuan yang kian mendera. Tampaknya, gelar sebagai Negara Kesatuan atau bangsa yang santun, halus, dan menghargai yang lain, hanya tinggal isapan jempol belaka.
Bagi HB X, untuk bangkit dari ancaman keterpurukan, maka lubang-lubang rumah besar Indonesia harus dirajut kembali. Bagaimana memulainya? “mesti bercermin kebelakang dulu” ujar HB X. Sebab, kebobrokan Negara tak lain merupakan akibat dari kebijakan lampau yang kurang tepat.
Tengoklah, selama ini proses pembangunan sangat timpang. Sebab, realitasnya, ternyata hanya dititikberatkan di pulau jawa. Strategi pembangunnannya pun juga timpang. Sebab, hanya berorientasi pada ekonomi makro, pertahanan dan pemulihan politik. Akibatnya, aspek lain seperti kebudayaan kurang dilirik. Padahal, aspek tersebut merupakan potensi [ter]besar yang kita miliki.
Keragaman budaya (multikulturalisme) yang kita miliki, sebenarnya merupakan potensi yang bisa didayagunakan. Untuk itu, pada momentum kebangjitan nasional ini, upaya menggali, mensosialisasi serta mengkulturisasi nilai-nilai luhur kearifan lokal perlu ditingkatkan. Harapannya, kita dapat mentransformasikan aplikasi modal budaya dan modal sosial sebagai sumber daya yang menjadi landasan kebangkitan bangsa. Apalagi pengalaman membuktikan bahwa modal ekonomi yang kita rasakan, sakadar bersifat temporal. Jelas, modal macam ini, tak bisa kita andalkan. Hal tersebutlah yang diditekankan oleh HB X, dalam buku ini.
Melalui buku ini, Sultan ngayogyakarta yang bertempramen low profile itu, menumpahkan analisisnya secara lengkap, detail, dan cerdas. Secara gamblang, ia mengupas persoalan fundamental bangsa, lengkap dengan tawaran solusi yang solutif. Istimewanya, tanpa bermaksud mereduksi sedikitpun, kepelikan tantangan dinamika bangsa, ia kupas habis dalam lima bab. Karya ini menegaskan bahwa selain termasuk prototype begawan yang piawai memimpin dan mengambil kebijakan kebijakan, HB X juga termasuk pemikir yang kelewat pandai.
Berbicara mengenai kepemimpinan dan strategi kebijakan, jelas kredibilitas HB X tak bisa diragukan. Pengalamannya sebagai pemimpin sangat matang. Sebagai Gubernur sekaligus Sultan, HB X tak hanya sukses membawa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kepentas Nasional namun juga Internasional.
Barangkat dari hal tersebut, kita bisa keluar dari kubangan keterpurukan, dengan belajar dari HB X. Perspektif pembangunan yang ia tulis dalam buku ini, sangat sesuai dengan potensi bangsa. Tawaran konkrit yang ada dalam buku ini, bukan sekadar solusi ingusan yang dangkal. Meski konkrit, namun penuh nuansa fiosofis dan ideologis.
Tak jemu rasanya mendaki tema-tema besar dalam buku ini. Selain sebagai pemimpin yang merakyat, ternyata HB X juga pemikir dengan bahasa intelektual yang merakyat. Kajian pelik babagan ideologi, politik, ekonomi, budaya, hukum, dan pertahanan-keamanan, diuraikan dengan bahasa keseharian yang tetap berisi.
Ya, siapa yang tidak mengenal HB X? Tokoh bangsa, yang telah banyak melang-lang buana. Kiprahnya bagi Indonesia tidaklah sedikit. Misalnya saat reformasi, dimana kala itu, bersama Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan Amien Rais, ia mengawal Indonesia baru. Tak heran kalau namanya kian diperhitungkan dikancah Nasional. Boleh dibilang, track record-nya dalam penggung politik sangat gemilang. Bahkan, hampir tanpa cela. Tak salah jika sosok ini semakin bersinar terang di negri ini.
Kontan, dengan sederet prestasi dalam genggamannya, oleh beberapa pengamat politik, ia digadang-gadang akan maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2009. Utamanya setelah—beberapa bulan lalu—memutuskan tidak bersedia lagi menjadi Gubernur DIY untuk periode mendatang. Tak pelak kalau nama HB X kian merebak disetiap pembicaraan publik. Bahkan Danny H Simanjuntak dalam bukunya “‘Rival-rival’ Politik SBY” (2008), mengatakan bahwa HB X bisa menjadi salah satu calon tangguh pada percaturan Pilpres mendatang.
Lepas dari penilaian diatas, kini, ditengah kondisi negara yang kacau, kita harus melihat seseorang berdasarkan pengabdiannya pada bangsa, bukan sekadar citra. Sebab untuk memperbaiki bangsa, kita membutuhkan tokoh dengan ide-ide besar yang segar, bukan selebritas. Dalam konteks ini, jelas jasa-jasa SHB X pada negara tidaklah sedikit. Salah satunya adalah buku ini.
Karya intelektual ini, bisa menjadi “obat” dari kegersangan Indonesia. Kini, sejarahlah yang bisa menilai, apakah karya ini akan se-monumental pendahulunya. Tunggu dulu, “monumental” yang dimaksud bukan karena dicetak banyak dan menjadi bestseller, namun karena ide-ide besar dalam buku ini, mampu merajut kembali Indonesia.

Diunduh dari http://rifqiblog.wordpress.com/2008/05/16/37/

Sultan for President

1 komentar
Pagi tadi pas buka-buka koran Serambi Indonesia, kaget banget baca berita Sultan siap menjadi presiden dalam acara Pisowanan Agung.

Sungguh tak diduga-duga, walaupun kemaren-kemaren juga dah ada prediksi Sultan bakal maju jadi Capres, tapi berita ini bener-bener surpise banget deh. salut...salut...

Mari kita dukung Sultan menjadi Presiden RI

dan karena begitu surprisenya saya, hari ini saya posting beberapa berita terkait tentang pencalonan Sultan.

yok dukung Sultan...

Sultan HB X Paling Pantas jadi Presiden

1 komentar
Menjelang tahun penentuan, Pemilu 2009, sejumlah tokoh sudah mulai berseliweran di media. Mereka memperkenalkan diri sebagai jago yang siap bertarung untuk merebut kursi RI 1 2009-2014.

Namun, dari sekian banyak tokoh yang sudah dengan percaya diri menyatakan sebagai Capres, hanya Sultan Hamengku Buwono X yang dinilai paling pantas jadi Presiden. Setidaknya itulah pandangan pengamat pertanian HS Dillon.

Mengapa? Sebagai pengamat pertanian, Dillon memandang sosok yang pas jadi Presiden berikutnya adalah yang memiliki keberpihakan kepada rakyat, khususnya pertanian sebagai tolok ukur kesejahteraan.

"Semua yang terlihat hanya HB X yang paling pantas. Selama kenal beliau 10 tahun ini, saya lihat hanya beliau yang punya keberpihakan ke rakyat. Beliau minta saya singgah ke Kepatihan (Kompleks Kantor Gubernur DIY) kalau ke Yogja, minta nasihat tentang petani kecil," kata Dillon, di Jakarta, Kamis (17/7) malam.

Ia mengatakan, posisi Sultan sangat menarik. Disatu sisi, meski tak menyatakan secara eksplisit, Dillon melihat Sultan punya keinginan menjadi Presiden. "Posisinya dia menarik. Sebenarnya mau, bersedia jadi Capres. Tapi ingin dicalonkan oleh Golkar. Sementara, kepada Romonya (bapak) beliau katanya juga pernah berjanji tidak akan mengejar jabatan," ujar Dillon.


diunduh dari Kompas.com

 

goenkism Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Blogger Template