29 Oktober 2008

Dharma Seorang Satria



Judul Buku : Merajut Kembali Keindonesiaan Kita
Penulis : Sultan Hamengku Buwono X
Penerbit : Gramedia, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : viii + 312 Halaman
Peresensi: Rifqi Muhammad

Jawa kerap kali dikenal karena kerajaannya. Padahal, Jawa memiliki aspek lain yang tak kalah hebat, yakni khasanah literaturnya. Dua aspek tersebutlah yang mengokohkan eksistensi Jawa. Juga, karena dua hal tersebut lah, Jawa banyak pengaruh terhadap pembentukan Indonesia. Sebab, secara filosofis, konsep mengenai “Indonesia” banyak berurat pada risalah-risalah Jawa.
Coba kita tilik magnum opus karya Mpu Prapanca, Negarakertagama. Dimana, dari karya inilah kita menemukan “Bhineka Tunggal Eka”. Sebuah kalimat yang melegitimasi ikatan kesadaran kita untuk berbangsa. Disamping itu masih banyak karya lain yang mampu menginspirasi founding father kita dalam memulai dan mengawal Indonesia. Misalnya kitab Darmagandhul karangan Ki Kalamwadi, atau karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita seperti Ramalan Jayabaya, Sabda Tama, Serat Cemporet, Serat Kalatida, Suluk Saloka Jiwa, dan Wirid Wirayat Jati.
Ratusan tahun berlalu. Praktis, setelah Wedatama, karya terakhir Mangku Negara IV (1853-1881), tak ada lagi risalah yang dianggit (disusun) oleh priyayi Jawa. Selama itulah kita memendam kejumudan, tanpa sepercik pencerahan. Beruntung, kini kembali muncul karya dari gapura besar keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adalah Ngarso Ndalem Sultan Hamengku Buwono X (HB X) yang mengisi kekosongan itu. Karya yang dimaksud, tak lain adalah buku bertajuk “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita”. Tak berbeda dari karya-karya pendahulu, HB X pun, mengingatkan kembali akan “Indonesia”.
Ya, dalam buku ini, “kesadaran ber-Indonesia” kita diungkit kembali. Kenapa? Karena kini Indonesia tak ubahnya rumah besar yang mulai keropos, berkobang lubang, dan nyaris roboh. Analogi tersebut sangat realistis dan tidak hiperbolis. Misalnya, kini identitas Indonesia sebagai bangsa merdeka, ternyata mulai kurang dihargai dimata internasional. Belum lagi ancaman disintegrasi karena rasa chauvinistic kesukuan yang kian mendera. Tampaknya, gelar sebagai Negara Kesatuan atau bangsa yang santun, halus, dan menghargai yang lain, hanya tinggal isapan jempol belaka.
Bagi HB X, untuk bangkit dari ancaman keterpurukan, maka lubang-lubang rumah besar Indonesia harus dirajut kembali. Bagaimana memulainya? “mesti bercermin kebelakang dulu” ujar HB X. Sebab, kebobrokan Negara tak lain merupakan akibat dari kebijakan lampau yang kurang tepat.
Tengoklah, selama ini proses pembangunan sangat timpang. Sebab, realitasnya, ternyata hanya dititikberatkan di pulau jawa. Strategi pembangunnannya pun juga timpang. Sebab, hanya berorientasi pada ekonomi makro, pertahanan dan pemulihan politik. Akibatnya, aspek lain seperti kebudayaan kurang dilirik. Padahal, aspek tersebut merupakan potensi [ter]besar yang kita miliki.
Keragaman budaya (multikulturalisme) yang kita miliki, sebenarnya merupakan potensi yang bisa didayagunakan. Untuk itu, pada momentum kebangjitan nasional ini, upaya menggali, mensosialisasi serta mengkulturisasi nilai-nilai luhur kearifan lokal perlu ditingkatkan. Harapannya, kita dapat mentransformasikan aplikasi modal budaya dan modal sosial sebagai sumber daya yang menjadi landasan kebangkitan bangsa. Apalagi pengalaman membuktikan bahwa modal ekonomi yang kita rasakan, sakadar bersifat temporal. Jelas, modal macam ini, tak bisa kita andalkan. Hal tersebutlah yang diditekankan oleh HB X, dalam buku ini.
Melalui buku ini, Sultan ngayogyakarta yang bertempramen low profile itu, menumpahkan analisisnya secara lengkap, detail, dan cerdas. Secara gamblang, ia mengupas persoalan fundamental bangsa, lengkap dengan tawaran solusi yang solutif. Istimewanya, tanpa bermaksud mereduksi sedikitpun, kepelikan tantangan dinamika bangsa, ia kupas habis dalam lima bab. Karya ini menegaskan bahwa selain termasuk prototype begawan yang piawai memimpin dan mengambil kebijakan kebijakan, HB X juga termasuk pemikir yang kelewat pandai.
Berbicara mengenai kepemimpinan dan strategi kebijakan, jelas kredibilitas HB X tak bisa diragukan. Pengalamannya sebagai pemimpin sangat matang. Sebagai Gubernur sekaligus Sultan, HB X tak hanya sukses membawa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kepentas Nasional namun juga Internasional.
Barangkat dari hal tersebut, kita bisa keluar dari kubangan keterpurukan, dengan belajar dari HB X. Perspektif pembangunan yang ia tulis dalam buku ini, sangat sesuai dengan potensi bangsa. Tawaran konkrit yang ada dalam buku ini, bukan sekadar solusi ingusan yang dangkal. Meski konkrit, namun penuh nuansa fiosofis dan ideologis.
Tak jemu rasanya mendaki tema-tema besar dalam buku ini. Selain sebagai pemimpin yang merakyat, ternyata HB X juga pemikir dengan bahasa intelektual yang merakyat. Kajian pelik babagan ideologi, politik, ekonomi, budaya, hukum, dan pertahanan-keamanan, diuraikan dengan bahasa keseharian yang tetap berisi.
Ya, siapa yang tidak mengenal HB X? Tokoh bangsa, yang telah banyak melang-lang buana. Kiprahnya bagi Indonesia tidaklah sedikit. Misalnya saat reformasi, dimana kala itu, bersama Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan Amien Rais, ia mengawal Indonesia baru. Tak heran kalau namanya kian diperhitungkan dikancah Nasional. Boleh dibilang, track record-nya dalam penggung politik sangat gemilang. Bahkan, hampir tanpa cela. Tak salah jika sosok ini semakin bersinar terang di negri ini.
Kontan, dengan sederet prestasi dalam genggamannya, oleh beberapa pengamat politik, ia digadang-gadang akan maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2009. Utamanya setelah—beberapa bulan lalu—memutuskan tidak bersedia lagi menjadi Gubernur DIY untuk periode mendatang. Tak pelak kalau nama HB X kian merebak disetiap pembicaraan publik. Bahkan Danny H Simanjuntak dalam bukunya “‘Rival-rival’ Politik SBY” (2008), mengatakan bahwa HB X bisa menjadi salah satu calon tangguh pada percaturan Pilpres mendatang.
Lepas dari penilaian diatas, kini, ditengah kondisi negara yang kacau, kita harus melihat seseorang berdasarkan pengabdiannya pada bangsa, bukan sekadar citra. Sebab untuk memperbaiki bangsa, kita membutuhkan tokoh dengan ide-ide besar yang segar, bukan selebritas. Dalam konteks ini, jelas jasa-jasa SHB X pada negara tidaklah sedikit. Salah satunya adalah buku ini.
Karya intelektual ini, bisa menjadi “obat” dari kegersangan Indonesia. Kini, sejarahlah yang bisa menilai, apakah karya ini akan se-monumental pendahulunya. Tunggu dulu, “monumental” yang dimaksud bukan karena dicetak banyak dan menjadi bestseller, namun karena ide-ide besar dalam buku ini, mampu merajut kembali Indonesia.

Diunduh dari http://rifqiblog.wordpress.com/2008/05/16/37/

0 komentar:

 

goenkism Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Blogger Template