28 Juli 2009

Tips Mengasuh Anak yang Goenk Bgt

3 komentar
Tumben-tumbenan kali ini saya membuat tulisan yang agak aneh. Mengasuh anak gitu loh. Sedangkan anak saja saya belum pernah bikin apalagi punya. Hihi

Buat bapak-bapak, ibu-ibu, yang kebetulan lagi punya anak, sebenernya saya agak kurang sreg aja ya mosok orang belum punya anak kok brani-braninya ngajarin orang-orang yang sudah mahir memelihara anak. Sejujurnya ini adalah pengalaman saya ketika berhubungan dengan keponakan-keponakan saya dan juga sepupu-sepupu saya yang masih bayi dan juga beranjak abg.

Yang pertama diperhatikan ketika mengasuh anak yaitu bagimana kita mampu membuat si anak itu nyaman bersama kita. Buatlah dialog yang nyambung dan sesuai dengan konsumsi anak-anak, jangan sekali-kali ya ketika mengasuh anak, yang diobrolin malah tentang pemilu dan kekisruhannya. Hal ini sebenernya bagus, akan membuat si anak kritis dengan gejala-gejala alam. Hueh apa lagi neh :p

Pokoke kalo ngajak ngobrol disesuaikan dengan tingkat usia si anak, kalau nggak mau si anak akan dewasa sebelum waktunya. Hayo serem kan?

Yang kedua, setelah ngobrol nyambung, selanjutnya bagimana kita menciptakan mood yang nyaman bagi si anak. Jangan sekali-kali memperburuk suasana hati si anak dengan berbagai perlakuan yang kurang menyenangkan. Mensana in corpora sano. Tambah ga nyambung lagi deh ini kayaknya. Efek jangka panjang daripada suasana hati yang selalu senang menurut penelitian akan mampu menciptakan generasi yang matang dengan tingkat kecerdasan emosional diatas rata-rata. (suer kalo yang ini asli ngarang hahaha:D)

Ketiga, kita tahu anak-anak selalu mempunyai keinginan yang bermacam-macam. Nah pada saat seperti ini kadang larangan-larangan akan membuat si anak berkecil hati dan bisa-bisa menciptakan generasi –genarasi minder. Yang utama ciptakan larangan yang positif, hindari kalimat jangan..jangan..jangan… tapi ubah kata jangan menjadi boleh atau iya, dengan pokok isi tetap larangan tapi lebih berkesan halus.

Keempat, ajak si anak untuk bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan. Missal saja, setelah si anak bermain-main dengan mainannya, ajak bersama untuk membersihkannya. Jangan menyuruh si anak untukmembersihkan sendiri mainannya. Contoh yang baik adalah meniru. Ketika kita membersihkan, si anak akan turut dengan senang acara bersih-bersih tanpa harus disuruh dengan paksaan. Hal ini juga dapat menciptakan kesadaran untuk bertanggung jawab kelak setelah si anak tumbuh dewasa. Ajari anak lewat tindakan-tindakan yang kita lakukan. Jangan pernah berharap anak mau membaca seandainya kita sebagai pengasuh tidak membaca. Jangan pernah berharap anak mau menulis seandainya kita sendiri malas untuk menulis.

Jadi intinya? Simpulin sendiri aja ya!hahaha tar tambah salah kan banyak dosa saya.

06 Juli 2009

Dicari Pemijet Sehandal Bu Somo

2 komentar
Wuah hari ini (6/7) badan saya kok belum sueger buger ya. Melihat kebelakang, kayaknya sih dihari-hari kemaren tidak sesibuk dan sepadet apalagi secapek pas minggu sebelumnya yang emang saya dihajar dengan kegiatan yang super melelahkan.

Kemudian puncak dari kecapekan badan saya ini pas hari sabtu (4/7) sore badan bener-bener teller, kepala pening dan hidung juga meler semeler-melernya. Dilanjut juga pada pagi hari di hari minggu (5/7) keteleran saya semakin menjadi saja. Jadwal yang telah saya susun bahwasannya pada setiap minggu pagi harus senam jantung sehat di Lapangan Blang Padang tergagalkan untuk waktu itu.

Sesuai dengan judul pekabaran saya diatas, pada saat terkapar sakit, badan pegel-pegel, saya jadi teringat dengan kehebatan mBah Somo tetangga saya yang jago banget dalam hal pijat memijat.

Trus apa hubungannya sakit saya dengan mBah Somo ini?

Hubungannya begini bapak-bapak ibu-ibu… dahulu kala ciey…sejak saya masih kecil tuh suka banget dengan apa yang dinamakan “pijit” atau yang enak dilidah disebut dengan “pijet”. Hal ini juga berkaitan dengan budaya masyarakat disekitar saya (sengaja tidak saya sebutkan dengan gambling budaya mana itu…karena saya lagi nggak semangat dikira terlalu sara ataupun rasis :p ). Di lingkungan saya ini kebiasaan pijet itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari mulai beberapa hari setelah dilahirkan sampai simbah-simbah yang sudah uzur pun.

Cerita pijet memijet ini buat saya sangat begitu membekas di lubuk hati yang terdalam. Hobi saya dipijet ini tumbuh dari pengalaman kecil saya. Terkadang kalaupun saya maen ke rumah nenek saya yang hanya berjarak beberapa kaki dari rumah saya, rayuan gombal saya kepada nenek saya lancarkan dan berhasil….:) saya pun yang paling sering dapat jatah dipijet hehehe. Dus buat cucu-cucu nenek saya yang lain jangan pada ngiri ya :p

Lama berlalu dan sampai gede pun kebiasaan pijet saya ini masih berlanjut. Namun tidak seperti waktu kecil saya dulu. Kebiasaan yang baru dalam urusan memijit saya ini telah beralih ke orang lain. Sejak saya SMP saya sudah punya pemijit andalan saya yaitu mBah Somo. Sosok nenek yang berusia entah 60-an atau berapa saya juga belum pernah nanya (karena menurut saya bertanya masalah umur, agama, dan jodoh itu sangat tabu. Ciey… banyak alasan koe gung :D ) ini dalam hal tenaga untuk memijat bukan suatu keharusan. Tapi yang terpenting adalah bagaimana alur atau aliran urat atau otot yang harus diperbaiki dalam dunia pijit-memijit.

Urusan keseleo mudah. Urusan otot kaku gampang tapi yang pastinya kalo urusan dompet kosong jangan skali-kali dibawa ke tukang pijet yak.

Namun…kini, setelah dua tahun saya bermukim di Kota Banda Aceh ini saya merasa kesepian. Belaian pijet yang dulu sering saya rasakan seakan hilang tak berbekas. Disaat saya teler, badan meriang tak ada lagi pijatan menohok simpul-simpul otot saya yang sering dinggap tidak lancar dalam dunia perpijetan ini. Yang tersisa tinggal hobi saya kerokan ketika badan meriang.

Terakhir kemarin pas lebaran tahun 2008 itulah saya merasakan pijetan mBah Somo yang melegenda. Semoga nanti lebaran 2009 bisa jumpa lagi dan tentunya dengan sensasi-sensasi yang tidak ada tandingannya.

"pak agung": Tinggal kenangan kah?

0 komentar
Sabtu lalu(4/7) sebenernya hari libur karena pas jatuh dihari sabtu. Tapi dari pagi saya dah siap-siap buat mandi trus berdandan layaknya hari senin sampai jumat.

Tumben-tumbenan mandi pagi dihari sabtu ini sebenarnya ya memenuhi kewajiban saya untuk mengadakan final test untuk mahasiswa-mahasiswa yang saya ampu selama satu semester ini. Kebetulan saya selama satu semester ini diajak oleh rekan yang kebetulan juga menjadi seorang dekan di salah satu fakultas di sebuah institute agama di Banda Aceh untuk berbagi cerita (dan kadang juga kebohongan hahaha).

Cerita punya cerita, selama satu semester ngajar ini ada satu hal yang membuat saya agak sedikit aneh tapi juga menyenangkan. Apa itu? Saya dipanggil oleh mahasiswa-mahasiswa saya dengan panggilan bapak atau kadang pak atau juga pak agung. Hihihi suer pertama kali dengernya saya Cuma bisa senyum dan nahan ketawa aja huahahaha (nah ini baru saya keluarkan ketawa saya).

Saya yang masih lajang, trus belum punya istri, belum punya anak, tapi dah punya keponakan tiga. Kok dipanggil bapak hihihihi setua apa ya saya ini?

Terlepas dari masalah tua ataupun muda. Saya juga merasa bersyukur kok. Gimana enggak, kelakuan saya otomatis jadi terpengaruh juga dengan panggilan “bapak” tadi. Ehm…sedikit lebih dewasa tentunya hahaha (ketawa puas).

Tapi…hari ini setelah final test berlalu. Panggilan “bapak” itu akankah juga berlalu dan berakhir? Ehm…mungkin akan tinggal menjadi kenangan dan akan menunggu beberapa bulan entah tahun untuk dipanggil “bapak” yang sebenarnya
 

goenkism Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Blogger Template