19 Oktober 2009

Ranup Dalam Kehidupan Masyarakat Aceh*

3 komentar
Oleh: Agung Suryo

Daun sirih di Aceh dinamakan Ranup. Ranup memainkan peranan penting dalam kehidupan orang Aceh. Ranup yang telah dibubuhi kapur, irisan pinang, dan gambir kemudian dikunyah sebagai makanan pelengkap.

Prosesi penyiapannya dari memetik daun sampai dengan menyajikannya divisualisasikan menjadi sebuah gerakan tari yang sangat dinamis dan artistik. Gerakan inilah yang akhirnya menjadi tarian tradisional asal Aceh yang dinamakan Tari Ranup Lampuan. Menyajikan ranup kepada tamu dalam tradisi Aceh adalah sebuah ungkapan rasa hormat.

Namun kita tidak pernah memperhatikan dengan seksama apa yang ada di balik semua aktifitas yang berkaitan dengan ranup. Ranup bagi masyarakat Aceh tidak hanya sekedar tumbuhan yang memiliki manfaat secara fisik semata. Namun di balik itu ada berbagai penafsiran poli-interpretasi, karena di dalam memahaminya ranup menjadi simbol yang multi rupa.

Pemaknaannya secara social dan cultural digunakan dalam banyak cara dan berbagai aktivitas. Ranup dengan segala perlengkapannya memainkan peranan penting pada masa kesultanan Aceh, dalam upacara-upacara kebesaran sultan.

Selain itu dalam perkembangannya, ranup juga menempati peranan yang cukup penting dalam sistem daur hidup (life cycle) masyarakat Aceh. Jika ada acara-acara resmi, seperti pernikahan, hajatan sunat, bahkan di acara penguburan mayat sekalipun, ranup seolah menjadi makanan wajib. Sehingga ada anggapan, adat dan ranup menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan di Aceh.

Dari masa sebelum melahirkan yakni ketika usia kehamilan mencapai tujuh atau delapan bulan, mertua sudah mengusahakan seorang bidan untuk menyambut kelahiran bayi. Pihak mertua dan ibunya sendiri biasanya mempersiapkan juga hadiah yang akan diberikan kepada bidan pada saat mengantar nasi sebagai tanda persetujuan.

Tanda ini disebut dengan peunulang, artinya hidup atau mati orang ini diserahkan kepada bidan. Setelah menerima peunulang, ada kewajiban bagi bidan untuk menjenguk setiap saat. Bahkan kadang-kadang ada yang menetap sampai sang bayi lahir. Biasanya hadiah yang diberikan kepada bidan antara lain seperti, ranup setepak (bahan-bahan ranup), pakaian sesalin (biasanya satu stel), dan uang ala kadarnya.

Pada saat bayi lahir, diadakan pemotongan tali pusar dengan sebilah sembilu, kemudian diobati dengan obat tradisional seperti dengan arang, kunyit, dan air ludah ranup. Upacara yang berkaitan dengan daur hidup lainnya yang didalamnya menggunakan ranup sebagai salah satu medianya adalah upacara antar mengaji.

Upacara perkawinan dalam masyarakat Aceh juga mempergunakan ranup dalam rangkaian upacaranya. Setelah seulangke mendapat kabar dari ayah si gadis, lalu menyampaikan kabar suka cita kepada keluarga pemuda, ditentukan waktu atau hari apa mengantar ranup kong haba, artinya ranup penguat kata atau perjanjian kawin (bertunangan).

Kemudian keluarga si pemuda mengumpulkan orang-orang patut dalam kampung kemudian memberi tahu maksud bahwa dimintakan kepada orang-orang yang patut tersebut untuk pergi ke rumah ayah si gadis untuk meminang si gadis dan bila dikabulkan terus diserahkan ranup kong haba atau tanda pertunangan dengan menentukan sekaligus berapa mas kawinnya (jiname).

Dalam hubungan sosial masyarakat Aceh, ranup juga memiliki fungsi dan peranan penting antara lain untuk penghormatan kepada tamu. Sekaligus untuk menjalin keakraban dan perasaan solidaritas kelompok, maupun sebagai media untuk meredam/menyelesaikan konflik serta menjaga harmoni sosial.

Simbol

Berkaitan dengan adat menyuguhkan ranup tersebut, ranup dapat diartikan sebagai simbol kerendahan hati dan sengaja memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah.

Sebentuk daun sirih (sebagai aspek ikonik) dalam kaitan ini dapat dirujuk pada aspek indeksikalnya adalah sifat rasa yang pedar dan pedas. Simbolik yang terkandung di dalamnya adalah sifat rendah hati dan pemberani.

Ranup juga dianggap memiliki makna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan sosial. Hal ini tergambar ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, upacara peusijuek, meu-uroh, dan upacara lainnya ranup hadir ditengah-tengahnya.

Semua bentuk upacara itu selalu diawali dengan menyuguhkan ranup sebelum upacara tersebut dimulai. Dalam etika sosial masyarakat Aceh, tamu (jamee) harus selalu dilayani dan dihormati secara istimewa.

Hal ini terjadi karena seluruh segi kehidupan masyarakat Aceh telah dipengaruhi oleh ajaran Islam yang dibakukan dalam adat dan istiadat.

*pernah dimuat pada Harian Media Indonesia, Sabtu, 1 Agustus 2009.

11 Oktober 2009

MIYABI = Haram

8 komentar
Belakangan ini saya merasa kuatir, gundah gulana. waduh...waduh... kenapa ne ya kok tiba-tiba saya jadi orang yang terkuatir sedunia?

Ceritanya begini bapak-bapak, mamak-mamak tercinta. Sudah beberapa hari terakhir ini kok rasa-rasanya ada yang janggal dengan pertanyaan-pertanyaan anak-anak kecil (abk=anak baru kecil) di sekeliling saya. Loh kenapa kuatirnya? yang bikin kuatir bin deg-deg sir itu karena pertanyaan abk-abk ini sungguh diluar dugaan indera ke tujuh saya.

Pertanyaannya begini neh, "mas...miyabi itu siapa sih?artis ya? wah pasti cantik dong kalo perempuan?pasti hebat dong & gagah seperti supermen kalo laki-laki?".

Nah loooo gimana saudara-saudara sekalian kalou anak anda bertanya-tanya tentang miyabi binti xxx (miyabi anaknya siapa sih? wkwkwkw).

Pasti kalo anda-anda semua itu bapak-bapak dan juga mamak-mamak berhati luhur pastinya langsung shock atau bisa juga semaput alias pingsan mendengar pertanyaan seperti itu. Berhubung saya belum punya anak jadi saya tidak pingsan wuehehehe :D

Kembali ke persoalan miyabi. Hakikatnya miyabi ini siapa sih? miyabi ini ketika saca cari-cari di mesin pencarinya om google ternyata adalah...... bintang porno bapak-bapak mamak-mamak.

huhuy.....bagi para penggemar pasti dah pada tau dong hehehe. Kebetulan neh ya gosip yang beredar, mbak miyabi neh mau maen filem di Indonesia tercinta kita. Hayo bagi para penggemarnya bisa langsung ke Jakarta minta tanda tangan. hayo...hayo siapa cepat dia dapat wkwkwkw.

Heboh miyabi ini bermula dari rencana sebuah rumah produksi untuk mendatangkan artis "sepep" (sepep= xxxxx) ini ke Indonesia untuk maen sebuah film bergenre humor. Namun ya gara-gara sudah tersetempel oleh cap porno, ya sudah mau ga mau, skali porno tetap porno.

dan yang terjadi adalah: pro kontra kedatangannya. Huuh basi. Ada yang asik-asik dikit aja dah pada protes, yang mendukung pun ta mau kalah belain. Wah jan...... ( ini adalah bentuk ekspresi kekesalan, bukan sebuah produk untuk masak-memasak. kalo yang buat masak itu wajan).

Ekses yang muncul di masyarakat awam pun juga aneh-aneh. Misalnya saja saya yang belum tau apa -apa ini jadi penasaran juga, buka google lalu klik dan oh yes..oh no... (jadi tau kan saya sekarang wkwkwkw). Dan yang terheboh ya seperti diatas saya sebutken tadi. Anak-anak kecil yang liat tivi trus pas liat demo menolak + mendukung miyabi jadi tanya-tanya ke orang yang lebih tua seperti saya ini. "Miyabi itu siapa sih mas?"

Dan barusan saya juga ceting dan berdiskusi dengan salah satu jurnalis handal ibukota. Saya diskusikan masalah miyabi ini berhubungan dengan kondisi masyarakat. ciey sok-sok pengamat sosial neh. Gimana sih kondisi masyarakat menanggapi miyabi dan lain-lain, bla..bla..bla...

Dan kesimpulannya kalo ada anak nanya, "siapa sih miayabi?", "apa sih miyabi?". Saya disuruh bilang ke anak-anak kalo miyabi itu makanan haram. Loh kok?

Ya karena Miyabi adalah : Mie Ayam Babi.

betul..betul..betul... (ipin mode:ON)

catatan: foto diatas saya unduh dari republika.co.id & saya juga ga tau itu foto miyabi yang sesungguhnya atau bukan.

 

goenkism Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Blogger Template