28 Januari 2009

Kerokan


Hari minggu (25/01) kemaren kayaknya jadi hari yang cukup membuat repot badan saya. Dari siang badan sudah terasa pegal dan ngilu-ngilu, berarti tanda-tanda meriang segera datang. Tak salah memang, perjalanan panjang Medan-Banda Aceh badan saya harus ditemani dengan meriang dan badan ngilu-ngilu.

Suer deh. Ditanggung nggak enak banget kalo badan lagi meriang. Minum jamu instan pun tak ketinggalan saya lakukan, biar bablas angine begitu kira-kira kata almarhum Basuki yang dulu sering nongol di tivi.

Sampai minggu malem badan saya masih juga belum bisa diajak berasik-asikan. Akhirnya seperti kebiasaan lama yang dari kecil sudah diperkenalkan, ambil recehan plus balsem, siap deh buat kerokan.

Kalau merunut kembali sejarah kerokan yang sudah saya praktekkan berpuluh tahun lamanya, kerokan ini sudah kayak garam dalam masakan, kira-kira begitu. Kalau masakan nggak ada garam kan terasa hambar, nah kalau pas lagi masuk angin nggak ada kerokan tuh rasanya juga hambar plus kurang greng gitu loh.

Saya masih inget betul. Dulu tuh saya pas masih batita orang tua saya kalo melakukan ritual kerokan ini biasanya pake brambang(bawang merah) ditambah dengan minyak kayu putih. Ritual semacam beginian ini yang bikin saya terasa hangat walaupun sebenarnya sangat nggak nyaman. Gimana nggak, badan dicolek-colek pake brambang kan lengketnya bukan maen. Dah mirip kayak lele yang mau disantap dengan sambel lamongan gitu deh.

Periode berikutnya tentang kerokan bagi saya berlanjut ketika tradisi kerokan juga dilakukan oleh mbah Somo, yang ini ibunya mbak Ros yang ngasuh saya waktu balita. Kalo saya lagi masuk angin, saya yang waktu itu masih kecil-kecilnya itu langsung ditidurkan telungkup di atas pangkuannya dengan baju terbuka. Habis itu langsung deh, kerokannya pake benggol(duit recehan jaman belanda) ditambah dengan minyak tanah kalo enggak pake minyak kayu putih. Mak nyos...kenikmatannya pun tak tergantikan sampai sekarang.

Yah begitulah cerita tentang kerokan yang sangat membekas dalam kehidupan sejarah. (Wah kalau bisa-bisa jadi tema baru buat nulis sejarah neh hahaha “sejarah kerokan”)

Dus...sekarang kita tinjau kerokan dari sudut pandang yang (katanya) ilmiah. Menurut Dr. Koosnadi Saputra, Sp.R, akupunkturis klinik, kerokan itu mirip prinsip pemanasan dengan menggunakan moxa yang sering dipakai saat jarum akupunktur ditusukkan pada tubuh untuk mengatasi masuk angin. Prinsip ini juga tidak jauh berbeda dengan model terapi kop yang biasanya menggunakan alat seperti tanduk, gelas, karet, tabung bambu dan lain-lain. Dr. Koosnadi menyebutkan, prinsip kerokan adalah upaya meningkatkan temperatur dan energi pada daerah yang dikerok. Peningkatan energi ini dilakukan dengan pemberian rangsang kulit tubuh bagian luar. Dengan merangsang permukaan kulit lewat dikerok, saraf penerima rangsang di otak menyampaikan rangsangan untuk menimbulkan efek memperbaiki organ yang terkait dengan titik-titik meridian tubuh seperti misalnya organ paru-paru.

Dr. Handrawan Nadesul menambahkan, efek kerokan yang hendak dicapai adalah mengembangnya pembuluh darah kulit yang semula menguncup akibat terpapar dingin atau kurang gerak, sehingga darah kembali mengalir deras. Penambahan arus darah ke permukaan kulit ini meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan virus.

Menurut Didik Tamtomo, dosen FK UNS yang menjadikan kerokan sebagai bahan penelitian gelar doktor di FK Unair, secara ilmiah, praktik pengobatan ini terbukti mampu mengobati gejala masuk angin atau sindroma dingin yang memiliki gejala nyeri otot (mialga). Pada kerokan, secara ilmu biologi molukuler terjadi suatu reaksi inflamasi atau radang dengan segala respon yang mengikutinya seperti perubahan diameter vaskuler (pembuluh darah), migrasi sel darah putih (leukosit) dan pengeluaran mediator inflamasi seperti IL-1 beta, Clq, C3, Beta endorfin dan PGE2.

"Nah, biang penyebab rasa nyeri adalah PGE2 karena menaikkan kepekaan nosiseptor yang disebut sentra sensitisasi. Sehingga jika kadar PGE2 bisa diturunkan maka nyeri tersebut akan berkurang," ujar Didik.

Selain mediator inflmasi, pada kerokan juga terjadi rangsangan pada keratinosit dan endotel atau lapisan paling dalam pembuluh darah yang akan bereaksi dengan munculnya propiomelanokortin (POMC). POMC merupakan polipeptida yang kemudian akan dipecah dengan hasil akhir salah satunya adalah Beta endorfin.

Dalam penelitian yang dilakukan Didik, pasca kerokan didapatkan peningkatan IL-1 beta, Clq, dan Beta endorfin. Sementara kadar C3 dan PGE2 justru turun. Hasil ini menyebabkan berkurangnya nyeri otot, rasa segar, nyaman dan eforia. Inflamasi yang ditimbulkan selain meredakan nyeri otot juga akan memicu reaksi kardiovaskuler. Tandanya adalah peningkatan temperatur tubuh secara ringan, antara 0,5-2 derajat Celcius.

Nah begitu cerita tentang kerokan. Mohon doanya ya biar saya lekas sembuh total, biar bisa jingkrak-jingkrak lagi. :)

disarikan dari pengalaman pribadi dan beberapa sumber yang dapat dipercaya.
foto: dok pribadi (boleh kok kalau ada yg mau kopi-paste)

8 komentar:

Debrian Miller on 28 Januari 2009 pukul 12.45 mengatakan...

cpat smbuh ya

Anonim mengatakan...

aduh .. aku kalau dikerokin pasti nggak kuat deh, geli soalnya ^_^

moga lekas sembuh ya

Anonim mengatakan...

jangan lupa, efek kerokan juga tergantung pada "siapa" yang ngerok. dikerokin pacar tercinta pasti beda efeknya dengan dikerokin nenek-nenek, teman atau preman. kalo dikerokin pacar biasanya lebih lama sembuhnya karena kepingin lebih lama ditemenin dan disayangin, kalo dikerokin nenek-nenek atau preman pasti langsung sembuh karena ingin cepat2 ke rumah pacar. hehehe.. gak nyambung kali ya...

bagaimanapun, aku berdoa agar Agung cepat sembuh! :)

Anonim mengatakan...

Hohohoho Kerokan sampai semerah itu..

masuk anginnya kebanyakan Maz he he he..

Anonim mengatakan...

nek kurang mantep coba kerokan nganggo sekop wae Gunk...hahaha

Liza Marthoenis on 29 Januari 2009 pukul 13.48 mengatakan...

semoga cepat sembuh ya temanku agung,..maaf baru berkunjung

Elsa on 3 Februari 2009 pukul 17.42 mengatakan...

seudah sembuh kan Goenk?

seumur umur aku gak pernah tuh kerokan. gimana rasanya sih?
ngeri lihat bilur-bilur merahnya

TiyoWidodo on 9 Februari 2011 pukul 17.30 mengatakan...

saya baru saja kerokan sama teman karena badan nggregesi ra karuwn. setelah dikeroki pake benggol + bawang merah, rasanya mak plong! kerokan adalah penyembuhan tanpa obat.

Koin Benggol

 

goenkism Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Blogger Template