31 Oktober 2008

Pemimpin yang Dekat dengan Rakyat

2 komentar
Thursday, 27 December 2007

Tahun ini, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X terpilih sebagai People of The Year 2007 bidang politik setelah menyisihkan calon-calon lain melalui proses penilaian yang cukup ketat.
Melalui dua tahap penyaringan tersebut, Sri Sultan unggul karena tiga alasan. Pertama, beliau dipandang sebagai tokoh yang dekat dengan rakyat,tidak saja dengan kawula Ngayogya yang tinggal di Yogyakarta maupun di luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tetapi dengan hampir semua etnis berbahasa Jawa.
Kedua, beliau dipandang tokoh yang berani dan tidak mementingkan kedudukan karena telah menyatakan tidak berkenan dicalonkan lagi sebagai Gubernur Provinsi DIY.
Ketiga, Sri Sultan dianggap sebagai salah seorang penggerak reformasi untuk mendorong transisi Indonesia menuju masyarakat demokratis. Onghokham dalam artikel berjudul ”Renungan Sejarah atas Penobatan Hamengku Buwono X”telah membuat prediksi kemungkinan Sri Sultan berkiprah di tingkat nasional, mengikuti jejak ayahanda beliau. Ong menyimpulkan, ”…karena peranan beliau yang besar, dalam ikut mengatasi krisis PRRI/Permesta dan krisis lainnya, Sri Sultan HB IX telah diterima sebagai tokoh nasional dan akhirnya terpilih sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Putra beliau Sultan HB X juga aktif dalam arena politik daerah dan suatu saat dapat terpilih sebagai Gubernur DIY seperti ayahanda beliau. Bila terjadi krisis politik di negara ini di kemudian hari, Sultan HB X mungkin akan diperlukan sebagai tokoh pemersatu dan stabilisator bangsanya….
” Memperhatikan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang berkembang selama pemerintahan reformasi di Tanah Air belum menunjukkan tanda-tanda akan menyusut dan melihat belum ada tindakan pemerintah yang mampu mengatasi multikrisis tersebut, banyak orang sekarang menanti dengan harap-harap cemas kebenaran prediksi Onghokham.
Dukungan empiris terhadap ”keampuhan” prediksi tersebut mulai bermunculan, antara lain lewat survei Indo Barometer pimpinan Mohammad Qodari. Survei mengungkapkan pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Sultan HB X berpeluang besar memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dibandingkan dengan pasangan lain karena dipilih oleh 42,2% responden.
Pilpres tinggal sekitar 18–20 bulan lagi dan apakah dalam waktu satu setengah tahun prediksi Onghokham akan terjadi? Wallahualam, dan tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di antara sekian banyak tokoh penggerak reformasi yang saya hormati, Sri Sultan HB X adalah yang paling saya hormati. Saya pun semakin mengenal perjalanan hidupnya,baik melalui karya tulis, pidato-pidato, sepak terjang di pentas daerah dan nasional maupun dalam berbagai pembicaraan tete a tete yang kadang-kadang berlangsung sampai tengah malam; dan tertanam kesan yang mendalam di lubuk hati saya terhadap tokoh yang dikagumi masyarakat Yogyakarta ini.
Tulisan singkat ini merupakan kesan saya terhadap Sri Sultan HB X sebagai pemimpin, pemikir, dan nasionalis yang belum larut dalam dekadensi peradaban yang sedang melanda bangsa Indonesia saat ini karena beliau selalu tersentuh melihat dan merasakan kemiskinan, kemelaratan, dan kepapaan yang diderita oleh sebagian rakyatnya. Tokoh idola masyarakat Yogyakarta ini adalah seorang tokoh pemimpin bersahaja, selalu akrab,tetap dekat dengan rakyatnya,yang berbicara selalu dengan tutur kata yang sopan menunjukkan ketinggian budi.
Pernah ketika saya baru berkenalan agak dekat dengan beliau saya bertanya bagaimana sebaiknya saya meng-address beliau dalam pertemuan informal.Tak saya duga beliau menjawab ringan-ringan saja, ”Yah terserah Pak Sofian enaknya mau panggil apa? Mau dipanggil Pak Sultan ya boleh, Ngarsa Dalem juga boleh, panggil Kanjeng Sultan ya boleh, mau gunakan Mas Sultan juga boleh.” Jawaban itu menunjukkan betapa bersahajanya kepribadian tokoh kita ini. Tapi karena saya orang Bangka yang sudah 40 tahun lebih tinggal di Yogya, lebih sering saya memanggil Ngarsa Dalem daripada Pak Sultan dan tidak pernah berani saya memanggil beliau Mas Sultan meski saya kebetulan le-bih tua setahun.
Dalam pemikiran masyarakat Jawa, khususnya masyarakat Yogyakarta, seorang sultan menduduki tempat yang sangat khusus dan tinggi. Sultan bukan sekadar sosok penguasa yang memiliki otoritas sekuler yang luas, tetapi sekaligus kekuatan spiritual dan kekuatan sosial. Sebagai emanasi dari kekuatan sekuler, kekuatan spiritual dan kekuatan sosial, sultan adalah kekuatan transendental yang berfungsi sebagai sokoguru masyarakat yang tugas utamanya menjaga keutamaan nilai-nilai keutamaan Jawa.
Dalam totalitas sebagai kekuasaan transendental itu, tidak boleh ada jarak antara raja dan wong cilik. Sultan adalah pembentuk gugus komunitas Jawa yang terdiri atas rakyat, kaum aristokrat, dan pimpinan masyarakat. Untuk menjaga kelestarian gugus tersebut perlu dipelihara kerja sama harmonis dan saling ketergantungan antara ketiga unsur di bawah kepemimpinan sultan.
Tugas sultan adalah menyebarkan kekuatan transendental yang dipercayakan secara kolektif masyarakat agar kosmos atau buwono Ngayogyakarta selalu terjaga.Mungkin pemikiran itulah yang melatarbelakangi penetapan ideologi emansipasi sebagai basis legitimasi kekuasaan keraton yang lebih dikenal sebagai doktrin mendiang HB IX yang terkenal, yaitu ”tahta untuk rakyat”.
Doktrin tahta untuk rakyat merupakan pembaruan perspektif kekuasaan yang sangat fundamental yang dilaksanakan bukan saja dalam tataran retorika politik, tetapi juga diterapkan sebagai moralitas penyelenggaraan kekuasaan. Menjadi sultan adalah menyediakan diri sebagai pengabdi rakyat dengan menyediakan sarana akomodatif bagi penyaluran suara arus bawah.
Dalam perspektif kekuasaan seperti itu, rakyat atau wong cilik tidak dilihat sebagai objek kekuasaan, tetapi rakyat adalah bagian-bagian dari mozaik kekuasaan yang harus ditata dan direkatkan dengan kekuasaan transendental yang dipunyai seorang sultan. Sebagai penerus tahta, Sultan HB X juga menerapkan doktrin yang sama walaupun harus disesuaikan dengan dinamika yang terjadi pada kosmos Yogyakarta.
Pandangan tersebut diucapkan pada pidato Upacara Jumenengan, 7 Maret 1989: ”Buat apa sebuah tahta dan menjadi sultan apabila tidak memberi manfaat bagi masyarakat?” Doktrin tersebut selalu menjadi landasan dari seluruh tindakan dan gerak-gerik beliau baik dalam melaksanakan tugas sebagai pemegang kekuasaan Keraton Yogyakarta selama 10 tahun maupun sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sebagi Gubernur DIY.
Pisowanan Agung
Sultan HB X telah berhasil menjaga ketertiban dan keamanan gerakan reformasi. Bulan-bulan menjelang runtuhnya Orde Baru,Yogyakarta diramaikan oleh berbagai apel dan gerakan protes mahasiswa dan masyarakat hampir setiap pekan. Baku hantam kadangkadang terjadi antara mahasiswa dan petugas seperti dalam peristiwa pengejaran dan pemukulan di Boulevard UGM pada 4 April 1996 dan tawuran antara petugas keamanan dengan mahasiswa dan rakyat di Demangan pada 12 Mei 1998 yang menimbulkan korban meninggal Moses Gatotkaca.
Sejak itu hampir setiap hari pelajar, mahasiswa,pemulung, tukang becak, dan wong cilik Yogya bergerak menyampaikan aspirasinya di jalan-jalan.Sri Sultan memberi dukungan kepada gerakan-gerakan tersebut walaupun tidak secara terbuka. Dukungan Sultan pada gerakan protes pelajar, mahasiswa, dan rakyat Yogyakarta dapat kita tangkap melalui kata-kata yang beliau ungkapkan setelah menjenguk para korban yang dirawat di RS Panti Rapih pada 14 Mei 1998.
Menjawab pertanyaan wartawan bagaimana kalau Sri Sultan didaulat mahasiswa dan rakyat untuk turun ke jalan, Sri Sultan menjawab, ”Kita lihat saja,beberapa hari ini saya akan ikut turun ke jalan bersama rakyat dan mahasiswa. Kalau dalam aksi damai ada mahasiswa yang digebuk, ditendang atau ditembak seperti korban yang kita tengok tadi,saya akan ikut mahasiswa dan rakyat turun ke jalan.… yang jelas pada 20 Mei 1998 nanti saya akan mempunyai sikap tersendiri tentang keberpihakan saya….
” Kata-kata tersebut diucapkan beliau kira-kira lima hari sebelum terjadinya peristiwa bersejarah bagi gerakan reformasi dan bagi masyarakat Yogyakarta, yang dikenang dalam sejarah bangsa sebagai Pisowanan Agung. Pada 20 Mei 1998 di Universitas Gadjah Mada (UGM) diselenggarakan acara peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Rektor UGM Ichlasul Amal menyatakan peringatan tersebut adalah hari kebangkitan kesadaran bangsa untuk reformasi total, kebangkitan nasional yang ketiga, yang merupakan saat yang tepat untuk membebaskan diri dari kebohongan, adu domba,dan intrik politik.
Pagi itu Sri Sultan yang datang ke kampus bersama GKR Hemas, GRAy Nurmalitasari, GBPH Joyokusumo beserta istri menegaskan posisi beliau di depan ratusan ribu sivitas akademika UGM bahwa beliau berdiri bersama rakyat Yogya dalam memperjuangkan reformasi.
”Di dalam perjuangan reformasi ini kita memihak rakyat yang telah lama loro topo (menderita) dan topo broto (menahan nafsu) untuk kembali mendapatkan hak-haknya yang telah tercuri.Saya siap memimpin rakyat Yogyakarta untuk memperjuangkan reformasi ini. Seperti dipesankan oleh almarhum orangtua saya, Sri Sultan HB IX, untuk menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.Jika perjuangan berakar dari hati rakyat, maka reformasi akan berjalan lurus dan diridai Allah SWT serta masuk ke gerbang pintu yang benar pula.”
Bersamaan dengan upacara di UGM di kampus-kampus besar di Yogyakarta berlangsung upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sementara itu ratusan ribu massa rakyat dari seluruh penjuru kota berduyun-duyun mulai bergerak dengan tertib menuju Alun- Alun Utara Keraton.Setelah peringatan, para mahasiswa bergerak menuju Keraton dan bergabung dengan rakyat. Alun-Alun Utara ditumpah-ruahi massa rakyat, pelajar, dan mahasiswa yang jumlahnya sangat besar dan belum pernah terjadi dalam sejarah Yogyakarta.
Di depan setengah juta massa yang hadir, Sri Sultan membacakan Maklumat 20 Mei 1998 yang menyatakan Sri Sultan HB X dan KGPAA Paku Alam VIII yang berisi empat ajakan berikut: (1) mengajak masyarakat DIY dan seluruh rakyat Indonesia mendukung gerakan reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang memihak rakyat; (2) mengajak seluruh anggota ABRI untuk melindungi rakyat dan gerakan reformasi sebagai wujud kemanunggalan ABRI dengan rakyat; (3) mengajak semua lapisan masyarakat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia untuk mencegah tindakan anarkistis; dan (4) mengimbau masyarakat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia untuk mendoakan keselamatan bangsa.
Pembacaan Maklumat 20 Mei 1998 merupakan klimaks dari acara Pisowanan Agung. Getaran jiwa yang disampaikan dengan artikulasi dan intonasi Sri Sultan sangat berwibawa sehingga memukau seluruh massa yang hadir. Sejak penampilan beliau pada Pisowanan Agung, kedudukan Sri Sultan HB X dalam peta politik bangsa Indonesia sudah mantap. Tak ada lagi yang meragukan apalagi mempertanyakan keberpihakan beliau dalam politik Indonesia. Beliau jelas memihak kepada rakyat yang telah lama loro topodan topo broto.
Membangun Peradaban Baru
Saya kurang ingat kapan persisnya Sri Sultan menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi sebagai Gubernur DIY. Segera setelah pernyataan Sri Sultan tersebut,muncul di koran-koran bahwa rakyat Yogya gempar dan gelisah karena khawatir sekali kepergian Sri Sultan akan mengganggu kinerja maupun keberlanjutan pemerintahan Provinsi DIY. Kegelisahan rakyat tersebut dapat dipahami karena di mata rakyat Yogyakarta, hanya kekuasaan transendental Sri Sultan yang dapat menjaga jagat kosmos Yogyakarta dan menjamin hubungan harmonis antara pemimpin dan rakyat.
Namun bagi sebagian rakyat Indonesia, pernyataan Sri Sultan tersebut dipandang sebagai keberanian seorang anak manusia untuk menolak jabatan, yang tujuan hidupnya tidak sematamata mengejar kekuasaan.Sri Sultan dipandang sebagai tokoh yang berani. Beberapa waktu setelah pernyataan yang mengguncangkan itu, saya punya kesempatan berbicara tete a tete dengan Sri Sultan dan kesempatan seperti itu saya gunakan untuk menanyakan pandangan atau pernyataan beliau.
Karena itu saya tanya apa yang ada di benak beliau ketika menyampaikan pernyataan tidak bersedia dicalonkan lagi sebagai Gubernur DIY. Dari perbincangan yang cukup panjang malam itu, saya menangkap ada dua alasan di balik pernyataan beliau. Yang pertama, saya menangkap keprihatinan beliau tentang penetapan keistimewaan DIY yang belum selesai.
Pada 5 September 1945 Sri Sultan HB IX dan KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan suatu maklumat yang menetapkan negeri Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai daerah istimewa dari RI. Tapi masih ada hal-hal mendasar dalam pengaturan keistimewaan DIY yang belum dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sampai saat ini ––selama pengaturan keistimewaan tersebut belum terselesaikan dengan memuaskan dan sebelum Pemerintah RI menemukan solusi yang memuaskan tentang bentuk keistimewaan DIY.
Yang kedua, beliau memahami krisis berkepanjangan yang dihadapi bangsa selama era reformasi terjadi karena peradaban bangsa telah dicemari oleh korupsi yang semakin menggila di semua lini pemerintahan,penindasan terhadap rakyat, dan karena permusuhan yang semakin mendalam antara kelompok dan golongan masyarakat. Korupsi, penindasan, dan permusuhan ini hanya dapat diatasi bila bangsa ini mampu mengembangkan peradaban baru.
Untuk menciptakan peradaban baru tersebut beliau merasa pengalaman Yogyakarta yang konstruksi kekuasaannya diletakkan atas dasar perspektif tahta untuk rakyat mungkin dapat digunakan. Dengan kata lain, pernyataan tidak bersedia dicalonkan menjadi Gubernur DIY dapat juga ditafsirkan, ”kalau diperlukan dan dipercaya untuk memimpin bangsa ini mencari solusi untuk berbagai krisis yang dihadapi oleh bangsa ini, beliau harus mau menyediakan diri beliau”. Itulah Sri Sultan HB X yang telah memimpin DIY selama hampir 10 tahun.
Di bawah kepemimpinan dan kepeloporan beliau Yogyakarta telah melewati masa-masa awal reformasi dengan damai dan aman, padahal gerakan protes massa seperti itu sangat mudah berubah menjadi ajang kekerasan yang dapat menimbulkan banyak korban seperti yang terjadi di Ibu Kota Jakarta. Jelas terselenggaranya gerakan reformasi secara damai di Yogya tak dapat dipisahkan dari tokoh Sultan yang amat dihormati oleh rakyatnya. Tapi, setelah hampir 10 tahun reformasi berjalan, kini bangsa ini kembali dalam kondisi tercabik-cabik dan terkoyak-koyak oleh kekuatan globalitas, radikalitas, dan rapiditas.
Apakah gaya kepemimpinan Sri Sultan yang menyejukkan semakin diperlukan untuk mengatasi kondisi bangsa yang seperti ini? Entahlah, kita tunggu sekitar 20 bulan lagi. (*)
Prof Sofian Effendi Ph.D MPIA
Guru Besar Fisipol UGM
Diunduh dari : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/96705/

29 Oktober 2008

Dharma Seorang Satria

0 komentar

Judul Buku : Merajut Kembali Keindonesiaan Kita
Penulis : Sultan Hamengku Buwono X
Penerbit : Gramedia, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : viii + 312 Halaman
Peresensi: Rifqi Muhammad

Jawa kerap kali dikenal karena kerajaannya. Padahal, Jawa memiliki aspek lain yang tak kalah hebat, yakni khasanah literaturnya. Dua aspek tersebutlah yang mengokohkan eksistensi Jawa. Juga, karena dua hal tersebut lah, Jawa banyak pengaruh terhadap pembentukan Indonesia. Sebab, secara filosofis, konsep mengenai “Indonesia” banyak berurat pada risalah-risalah Jawa.
Coba kita tilik magnum opus karya Mpu Prapanca, Negarakertagama. Dimana, dari karya inilah kita menemukan “Bhineka Tunggal Eka”. Sebuah kalimat yang melegitimasi ikatan kesadaran kita untuk berbangsa. Disamping itu masih banyak karya lain yang mampu menginspirasi founding father kita dalam memulai dan mengawal Indonesia. Misalnya kitab Darmagandhul karangan Ki Kalamwadi, atau karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita seperti Ramalan Jayabaya, Sabda Tama, Serat Cemporet, Serat Kalatida, Suluk Saloka Jiwa, dan Wirid Wirayat Jati.
Ratusan tahun berlalu. Praktis, setelah Wedatama, karya terakhir Mangku Negara IV (1853-1881), tak ada lagi risalah yang dianggit (disusun) oleh priyayi Jawa. Selama itulah kita memendam kejumudan, tanpa sepercik pencerahan. Beruntung, kini kembali muncul karya dari gapura besar keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adalah Ngarso Ndalem Sultan Hamengku Buwono X (HB X) yang mengisi kekosongan itu. Karya yang dimaksud, tak lain adalah buku bertajuk “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita”. Tak berbeda dari karya-karya pendahulu, HB X pun, mengingatkan kembali akan “Indonesia”.
Ya, dalam buku ini, “kesadaran ber-Indonesia” kita diungkit kembali. Kenapa? Karena kini Indonesia tak ubahnya rumah besar yang mulai keropos, berkobang lubang, dan nyaris roboh. Analogi tersebut sangat realistis dan tidak hiperbolis. Misalnya, kini identitas Indonesia sebagai bangsa merdeka, ternyata mulai kurang dihargai dimata internasional. Belum lagi ancaman disintegrasi karena rasa chauvinistic kesukuan yang kian mendera. Tampaknya, gelar sebagai Negara Kesatuan atau bangsa yang santun, halus, dan menghargai yang lain, hanya tinggal isapan jempol belaka.
Bagi HB X, untuk bangkit dari ancaman keterpurukan, maka lubang-lubang rumah besar Indonesia harus dirajut kembali. Bagaimana memulainya? “mesti bercermin kebelakang dulu” ujar HB X. Sebab, kebobrokan Negara tak lain merupakan akibat dari kebijakan lampau yang kurang tepat.
Tengoklah, selama ini proses pembangunan sangat timpang. Sebab, realitasnya, ternyata hanya dititikberatkan di pulau jawa. Strategi pembangunnannya pun juga timpang. Sebab, hanya berorientasi pada ekonomi makro, pertahanan dan pemulihan politik. Akibatnya, aspek lain seperti kebudayaan kurang dilirik. Padahal, aspek tersebut merupakan potensi [ter]besar yang kita miliki.
Keragaman budaya (multikulturalisme) yang kita miliki, sebenarnya merupakan potensi yang bisa didayagunakan. Untuk itu, pada momentum kebangjitan nasional ini, upaya menggali, mensosialisasi serta mengkulturisasi nilai-nilai luhur kearifan lokal perlu ditingkatkan. Harapannya, kita dapat mentransformasikan aplikasi modal budaya dan modal sosial sebagai sumber daya yang menjadi landasan kebangkitan bangsa. Apalagi pengalaman membuktikan bahwa modal ekonomi yang kita rasakan, sakadar bersifat temporal. Jelas, modal macam ini, tak bisa kita andalkan. Hal tersebutlah yang diditekankan oleh HB X, dalam buku ini.
Melalui buku ini, Sultan ngayogyakarta yang bertempramen low profile itu, menumpahkan analisisnya secara lengkap, detail, dan cerdas. Secara gamblang, ia mengupas persoalan fundamental bangsa, lengkap dengan tawaran solusi yang solutif. Istimewanya, tanpa bermaksud mereduksi sedikitpun, kepelikan tantangan dinamika bangsa, ia kupas habis dalam lima bab. Karya ini menegaskan bahwa selain termasuk prototype begawan yang piawai memimpin dan mengambil kebijakan kebijakan, HB X juga termasuk pemikir yang kelewat pandai.
Berbicara mengenai kepemimpinan dan strategi kebijakan, jelas kredibilitas HB X tak bisa diragukan. Pengalamannya sebagai pemimpin sangat matang. Sebagai Gubernur sekaligus Sultan, HB X tak hanya sukses membawa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kepentas Nasional namun juga Internasional.
Barangkat dari hal tersebut, kita bisa keluar dari kubangan keterpurukan, dengan belajar dari HB X. Perspektif pembangunan yang ia tulis dalam buku ini, sangat sesuai dengan potensi bangsa. Tawaran konkrit yang ada dalam buku ini, bukan sekadar solusi ingusan yang dangkal. Meski konkrit, namun penuh nuansa fiosofis dan ideologis.
Tak jemu rasanya mendaki tema-tema besar dalam buku ini. Selain sebagai pemimpin yang merakyat, ternyata HB X juga pemikir dengan bahasa intelektual yang merakyat. Kajian pelik babagan ideologi, politik, ekonomi, budaya, hukum, dan pertahanan-keamanan, diuraikan dengan bahasa keseharian yang tetap berisi.
Ya, siapa yang tidak mengenal HB X? Tokoh bangsa, yang telah banyak melang-lang buana. Kiprahnya bagi Indonesia tidaklah sedikit. Misalnya saat reformasi, dimana kala itu, bersama Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan Amien Rais, ia mengawal Indonesia baru. Tak heran kalau namanya kian diperhitungkan dikancah Nasional. Boleh dibilang, track record-nya dalam penggung politik sangat gemilang. Bahkan, hampir tanpa cela. Tak salah jika sosok ini semakin bersinar terang di negri ini.
Kontan, dengan sederet prestasi dalam genggamannya, oleh beberapa pengamat politik, ia digadang-gadang akan maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2009. Utamanya setelah—beberapa bulan lalu—memutuskan tidak bersedia lagi menjadi Gubernur DIY untuk periode mendatang. Tak pelak kalau nama HB X kian merebak disetiap pembicaraan publik. Bahkan Danny H Simanjuntak dalam bukunya “‘Rival-rival’ Politik SBY” (2008), mengatakan bahwa HB X bisa menjadi salah satu calon tangguh pada percaturan Pilpres mendatang.
Lepas dari penilaian diatas, kini, ditengah kondisi negara yang kacau, kita harus melihat seseorang berdasarkan pengabdiannya pada bangsa, bukan sekadar citra. Sebab untuk memperbaiki bangsa, kita membutuhkan tokoh dengan ide-ide besar yang segar, bukan selebritas. Dalam konteks ini, jelas jasa-jasa SHB X pada negara tidaklah sedikit. Salah satunya adalah buku ini.
Karya intelektual ini, bisa menjadi “obat” dari kegersangan Indonesia. Kini, sejarahlah yang bisa menilai, apakah karya ini akan se-monumental pendahulunya. Tunggu dulu, “monumental” yang dimaksud bukan karena dicetak banyak dan menjadi bestseller, namun karena ide-ide besar dalam buku ini, mampu merajut kembali Indonesia.

Diunduh dari http://rifqiblog.wordpress.com/2008/05/16/37/

Sultan for President

1 komentar
Pagi tadi pas buka-buka koran Serambi Indonesia, kaget banget baca berita Sultan siap menjadi presiden dalam acara Pisowanan Agung.

Sungguh tak diduga-duga, walaupun kemaren-kemaren juga dah ada prediksi Sultan bakal maju jadi Capres, tapi berita ini bener-bener surpise banget deh. salut...salut...

Mari kita dukung Sultan menjadi Presiden RI

dan karena begitu surprisenya saya, hari ini saya posting beberapa berita terkait tentang pencalonan Sultan.

yok dukung Sultan...

Sultan HB X Paling Pantas jadi Presiden

1 komentar
Menjelang tahun penentuan, Pemilu 2009, sejumlah tokoh sudah mulai berseliweran di media. Mereka memperkenalkan diri sebagai jago yang siap bertarung untuk merebut kursi RI 1 2009-2014.

Namun, dari sekian banyak tokoh yang sudah dengan percaya diri menyatakan sebagai Capres, hanya Sultan Hamengku Buwono X yang dinilai paling pantas jadi Presiden. Setidaknya itulah pandangan pengamat pertanian HS Dillon.

Mengapa? Sebagai pengamat pertanian, Dillon memandang sosok yang pas jadi Presiden berikutnya adalah yang memiliki keberpihakan kepada rakyat, khususnya pertanian sebagai tolok ukur kesejahteraan.

"Semua yang terlihat hanya HB X yang paling pantas. Selama kenal beliau 10 tahun ini, saya lihat hanya beliau yang punya keberpihakan ke rakyat. Beliau minta saya singgah ke Kepatihan (Kompleks Kantor Gubernur DIY) kalau ke Yogja, minta nasihat tentang petani kecil," kata Dillon, di Jakarta, Kamis (17/7) malam.

Ia mengatakan, posisi Sultan sangat menarik. Disatu sisi, meski tak menyatakan secara eksplisit, Dillon melihat Sultan punya keinginan menjadi Presiden. "Posisinya dia menarik. Sebenarnya mau, bersedia jadi Capres. Tapi ingin dicalonkan oleh Golkar. Sementara, kepada Romonya (bapak) beliau katanya juga pernah berjanji tidak akan mengejar jabatan," ujar Dillon.


diunduh dari Kompas.com

Pisowanan Ageng, Wadah Pengungkapan Harapan

0 komentar
Pisowanan ageng, yang akan digelar Selasa (28/10), menjadi wadah bagi pengungkapan harapan masyarakat terkait kepemimpinan nasional. Forum ini sekaligus menjadi momentum penting untuk menunjukkan refleksi budaya dan semangat masyarakat Yogyakarta. Gelar pisowanan ageng diperkirakan dihadiri ratusan ribu warga.

”Masyarakat akan terwadahi dalam menunjukkan harapan dari segi budaya, spirit, maupun kebersamaan. Pisowanan ageng menjadi salah satu upaya untuk mencari alternatif pemimpin bangsa yang baru di tengah era globalisasi,” kata Garin Nugroho, sutradara film, Minggu (26/10). Ia memastikan akan menghadiri forum tersebut.

Indonesia, lanjut Garin, membutuhkan pemimpin baru yang sanggup memimpin berlandaskan falsafah bangsa. Falsafah yang dimaksud antara lain mengedepankan nilai keberagaman, berpihak kepada masyarakat, dan tetap terbuka pada dunia internasional. Selama ini, menurut dia, falsafah bangsa cenderung terkalahkan oleh nilai konsensus politik.

Dalam konteks itu, Sultan Hamengku Buwono X dinilai merupakan sosok yang mengedepankan falsafah bangsa dalam kepemimpinannya. Hal yang paling menonjol dari Sultan HB X adalah tingginya penghargaan terhadap pluralitas.

Secara terpisah, Koordinator Gerakan Kawula Mataram Manunggal Jiyono mengatakan, pisowanan ageng akan meminta Sultan untuk maju ke kancah nasional. Keinginan masyarakat itu bukan hanya untuk kepentingan politik praktis, tetapi dilandasi harapan untuk memberi yang terbaik kepada bangsa.

Sultan diyakini akan menjadi pemimpin yang bersedia mendengar hati nurani masyarakat, mengutamakan kepentingan rakyat, dan tak berambisi.

diunduh dari Kompas.com

Pidato Deklarasi Capres Sultan HB X

0 komentar

Berikut ini pernyataan lengkap Sri Sultan Hamengku Buwono X di depan puluhan ribu warga yang memadati Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta, Selasa Wage 28 Oktober 2008.

Assalammualaikum Wr Wb, salam sejahtera untuk kita semua. Dengan memohon petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa dan dengan niat yang tulus memenuhi panggilan Ibu Pertiwi, dengan ini saya menyatakan siap maju menjadi Presiden 2009. Yogyakarta 28 Oktober 2008.

diunduh dari Kompas.com

Sumpah Pemuda

0 komentar

PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

25 Oktober 2008

Hari Perjuangan

6 komentar
Hari ini jantung ga nentu detaknya. Terkadang cepat terkadang lambat. Dari rumah, ketika berjalan menyusri jalanan yang masih sepi karena hari ini emang harinya libur, perasaaan ga nentu banget.

Hari ini hari penentuan. Hari untuk terus hidup atau yang lain. doain sukses ya dihari penentuan ini.

23 Oktober 2008

JONGKO JOYO BOYO

0 komentar
(====Ronggowarsito====)



Iki sing dadi tandane zaman kalabendu

1. Lindu ping pitu sedina

2. Lemah Lemah bengkah

3. Manungsa pating galuruh, akeh kang nandang lara

4. Pagebluk rupa-rupa

5. Mung setitik sing mari akeh-akehe pada mati


Zaman kalabendu iku wiwit yen,

1. Wis ana kreta mlaku tanpa jaran

2. Tanah jawa kalungan wesi

3. Prau mlaku ing nduwur awang-awang

4. Kali ilang kedunge

5. Pasar ilang kumandange

6. Wong nemoni wolak-walik ing zaman

7. Jaran doyan sambel

8. Wong wadon menganggo lanang


Zaman kalabendu iku koyo-koyo zaman kasukan, zaman kanikmatan donya, nanging zaman iku sabenere zaman ajur lan bubrahing donya.

1. Mulane akeh bapak lali anak

2. Akeh anak wani ngalawan ibu lan nantang bapak

3. Sedulur pada cidro cinidro

4. Wong wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang kaprawirane

5. Akeh wong lanang ora duwe bojo

6. Akeh wong wadon ora setia karo bojone

7. Akeh ibu pada ngedol anake

8. Akeh wong wadon ngedol awake

9. Akeh wong ijol bojo

10. Akeh udan salah mangsa

11. Akeh prawan tuwa

12. Akeh randa ngalairake anak

13. Akeh jabang bayi nggoleki bapake

14. Wong wodan ngalamar wong lanang

15. Wong lanang ngasorake, drajate dewe

16. Akeh bocah kowar

17. Randa murah regane

18. Randa ajine mung sak sen loro

19. Prawan rong sen loro

20. Dudo pincang payu sangang wong


Zamane zaman edan

1. Wong wadon nunggang jaran

2. Wong lanang lungguh plengki

3. Wong bener tenger-tenger

4. Wong salah bungah-bungah

5. Wong apik ditampik-tampik

6. Wong bejat munggah pangkat

7. Akeh ndandhang diunekake kuntul

8. Wong salah dianggap bener

9. Wong lugu kebelenggu

10. Wong mulya dikunjara

11. Sing culika mulya, sing jujur kojur

12. Para laku dagang akeh sing keplanggrang

13. Wong main akeh sing ndadi

14. Linak lija lingga lica, lali anak lali baja, lali tangga lali kanca

15. Duwit lan kringet mug dadi wolak-walik kertu

16. Kertu gede dibukake, ngguyu pating cekakak

17. Ning mulih main kantonge kempes

18. Krungu bojo lan anak nangis ora di rewes


Abote kaya ngapa sa bisa-bisane aja nganti wong kelut,keliring zaman kalabendu iku.

Amargo zaman iku bakal sirna lan gantine joiku zaman ratu adil, zaman kamulyan. Mula sing tatag, sing tabah, sing kukuh, jo kepranan ombyak ing zaman Entenana zamane kamulyan zamaning ratu adil



Terjemahan bebasnya kurang lebih begini :


Ini yang menjadi tanda zaman kehancuran

1. Gempa bumi 7 x sehari

2. Tanah pecah merekah

3. Manusia berguguran, banyak yang ditimpa sakit

4. Bencana bermacam-macam

5. Hanya sedikit yang sembuh kebanyakan meninggal


Zaman ini ditandai dengan

1. Sudah ada kereta yang berjalan tanpa kuda

2. Tanah Jawa dikelilingi besi (mungkin maksudnya Rel kereta kali ya Red)

3. Perahu berjalan di atas awan melayang layang

4. Sungai kehilangan danaunya

5. Pasar kehilangan keramaianya

6. Manusia menemukan jaman yang terbolak-balik

7. Kuda doyan makan sambal

8. Orang perempuan mempergunakan busana laki-laki


Zaman kalabendu itu seperti jaman yang menyenangkan, jaman kenikmatan dunia, tetapi jaman itu sebenarnya jaman kehancuran dan berantakannya dunia

1. Oleh sebab itu banyak bapak lupa sama anaknya

2. Banyak anak yang berani melawan ibu dan menantang bapaknya

3. Sesama saudara saling berkelahi

4. Perempuan kehilangan rasa malunya, Laki-laki kehilangan rasa kejantanannya

5. Banyak Laki laki tidak punya istri

6. Banyak perempuan yang tidak setia pada suaminya

7. Banyak ibu yang menjual anaknya

8. Banyak perempuan yang menjual dirinya

9. Banyak orang yang tukar menukar pasangan

10. Sering terjadi hujan salah musim

11. Banyak Perawan Tua

12. Banyak janda yang melahirkan anak

13. Banyak bayi yang lahir tanpa bapak

14. Perempuan melamar laki-laki

15. Laki-laki merendahkan derajatnya sendiri

16. Banyak anak lahir di luar nikah

17. Janda murah harganya

18. Janda nilainya hanya satu sen untuk dua

19. Perawan nilainya dua sen untuk dua

20. Duda berharga 9 orang


Zamannya Zaman Gila/Sinting

1. Perempuan menunggang Kuda

2. Laki-laki berpangku tangan

3. Orang yang benar cuma bisa bengong

4. Orang yang melakukan kesalahan berpesta pora

5. Orang Baik di singkirkan

6. Orang Yang kelakuannya bejat malah naik pangkat

7. Banyak komentar yang tidak ada isinya

8. Orang salah diangap benar

9. Orang lugu dibelenggu

10. Orang mulia dipenjara

11. Yang salah mulia, yang jujur hancur

12. Pedagang banyak yang menyeleweng

13. Orang berjudi semakin menjadi

14. Lupa anak dan pasangan, lupa tetangga dan teman

15. Uang dan keringat hanya untuk berjudi

16. Kartu besar dibuka, tertawa terbahak-bahak

17. Tapi waktu pulang main kantongnya kosong

18. Denger anak istri nangis tidak digubris


Berat seperti apapun jangan sampai kalut

(lebih tepatnya) Seberat apapun jangan sampai ikut larut dalam warna-warni zaman kalabendu


Sebab jaman itu bakal sirna dan diganti dengan jaman Ratu adil, jaman kemuliaan, karena itu yang tegar, yang tabah, yang kokoh, Jangan melakukan hal bodoh. Tunggulah jaman kemuliaan jamannya Ratu adil.

diunduh dari : http://id.wikisource.org/wiki/Ramalan_Jayabaya

Sang Penelikung Telah Kembali

0 komentar
Pagi sunyi ditambah dengan dinginnya udara menusuk kulit yang sengaja terbuka tanpa sehelai kain di badan. Dinginnya tidak seperti pagi-pagi yang biasa. Ada aroma harum, tapi bukan harum wanginya bunga atau wewangian parfum tubuh yang biasa orang gunakan untuk menutupi kekurangannya.

Sang Penelikung telah kembali....

Udara dingin ditambah angin yang menerbangkan dadaunan yang belum sempat tersapu menyambut kedatangan Sang. Sang adalah sosok gempal dengan taring yang indah tersembul ketika memberikan senyum kepada siapa saja yang ada didekatnya. Tapi jangan disangka, dengan taring indahnya itu Sang tanpa diduga sering menggunakannya untuk menelikung entah sahabatnya sendiri apalagi musuh-mushnya.

Taring Sang memang bukan karena kesalahan secara medis tapi taring itu mulai muncul ketika Sang berumur 7 tahun, saat-saat Sang beranjak menjadi seorang anak yang mulai pintar memaikan kata-katanya untuk berebut mainan yang ia inginkan.

Kini Sang telah dewasa dengan tabiatnya yang tidak berubah. Namun justru semakin menjadi-jadi. Sang telah kembali dengan gayanya yang khas memberikan senyumnya untuk menjerat dan menelikung.

21 Oktober 2008

Jangan Lupa Cagak Kalo Naek Motor yah!

0 komentar
Hari ini aku sudah sedikit berbuat baik...

Tadi pas jalan lewat jalan Nyak Arif ada seorang bapak yang juga naek motor lupa kalo motor yang dia naiki standar (cagak)-nya belum ketutup abis. Kejadian itu bisa membahayakan kalo-kalo saja si bapak itu berbelok dengan kencang.
Dengan sedikit teriak, "baaaang...!" sambil ku acungkan telunjuk ke arah standar yang berada di bagian bawah motor itu, ku kasih sinyal bahaya mengancam dirimu bang....
Hanya beberapa detik si-Bapak itu akhirnya ngerti juga dengan maksudku.
Akhirnya kejadian yang tidak diinginkanpun tak akan terjadi.

Melihat pengalaman pagi tadi, sungguh tersadarkan bahwasannya berbuat baik tidak harus serta merta dengan berpeluk-peluh, bersusah payah. Cukup dengan satu kata "bang...!" ditambah dengan tunjukan jari yang hanya beberapa saat pun kita dapat berbuat baik.

Mari berbuat baik dan selalu waspada dengan banyaknya penelikung-penelikung di sekitar anda

20 Oktober 2008

Pagi Dingin

0 komentar
Bangun pagi pas Adzan subuh kira-kira pasa jam lima lewat seperempat. Mau bangun terasa berat, kepala agak pening, hidung masih menyisakan ingus yang beberapa hari ini meler ga nentu.

duh Gusti paringana kuat, sehat, dan rejeki yang halal dari-Mu.
...jauhkan hambaMu ini dari tingkah yang sembrono yang bisa-bisa bikin orang sakit hati nggak sengaja pun.

Hadirkan slalu pagi-Mu yang penuh nikmat di bangunku...
 

goenkism Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Blogger Template